Archive for 2015
Koperasi Itu Tentang Manusianya, bukan Uangnya

Di koperasi ada prinsip 'pengelolaan dilakukan secara demokratis'. Apa bedanya demokrasi di PT dan di koperasi? Bukankah di PT juga ada RUPS sebagai wadah demokrasi? Di PT, demokrasi hanya sebatas pemilik perusahaan, segelintir orang. Sedangkan para pekerja, bahkan direktur PT itu sendiri tidak punya hak suara dalam RUPS, apalagi buruh-buruh kecil seperti office boy, pekerja bagian produksi, penjaga keamanan. Mereka hanyalah orang-orang suruhan yang menerima perintah dan tidak punya andil sama sekali tentang nasib perusahaan dimana mereka bekerja mencari nafkah. Hubungan antara pekerja dan perusahaan menjadi murni hubungan dagang, pekerja menjual tenaga, waktu, dan pikirannya untuk ditukar dengan uang, thats it.
Lalu bagaimana dengan di koperasi? Di koperasi, setiap orang yang bekerja untuk koperasi wajib diberi kesempatan untuk menjadi anggota koperasi. Siapa itu anggota koperasi? Anggota koperasi adalah pemilik koperasi, 'pemegang saham' koperasi. Di koperasi, seorang office boy, cleaning service, penjaga keamanan pun memiliki kekuatan untuk bersama-sama menentukan nasib tempat dimana ia bekerja mencari nafkah. Hubungannya tidak lagi semata hubungan dagang, hubungan antara koperasi dan anggota yang juga pekerja, menjadi hubungan kepemilikan. Koperasi memiliki anggota, anggota memiliki koperasi.
Jadi jikalau ada koperasi yang saat ini karyawan koperasinya tidak menjadi anggota koperasi dikarenakan 'terlarang' dalam anggaran dasar. Maka sebaiknya para pengurus dan anggota koperasi kembali belajar pelajaran sejarah. Untuk apa dan untuk siapa koperasi itu ada. Bukan untuk kesejahteraan segelintir orang, tetapi untuk kesejahteraan sebanyak mungkin masyarakat. Seandainya saya bisa mengecam, maka saya akan mengecam koperasi semacam itu, koperasi yang karyawan koperasinya tidak diperbolehkan menjadi anggota koperasi. Sayangnya saya tidak suka mengecam, saya hanya bisa menghimbau. Semoga himbauan saya bisa didengarkan.
STOP berpikir mengenai bagaimana meningkatkan SHU, kita mundur sejenak dan bertanya pada diri kita 'Apakah saya sudah memikirkan kesejahteraan dan pendidikan orang-orang yang ada di dalam koperasi?'. Koperasi yang secara finansial bagus, secara organisasi bagus, akan tetapi anggota atau karyawannya tidak paham akan nilai-nilai dan prinsip koperasi maka koperasi itu omong kosong. Kurang layak koperasi tersebut membawa-bawa nama koperasi, lebih baik koperasi yang semacam itu berubah saja badan hukumnya menjadi PT.
Koperasi itu lebih mementingkan manusianya. Manusia itu yang paling terpenting adalah akal budinya, pikiran dan mentalnya, bukan materi yang dimiliknya. Koperasi tidak memperlakukan manusia sebagai pekerja, koperasi memperlakukan manusia sebagai manusia.
@rizkiardibach
Koperasi Itu Mensejahterakan

Tapi apakah sejahtera itu melulu soal materi, soal uang? Menurut saya tidak. Justru orang yang memandang sejahtera hanya melulu soal uang adalah orang yang berpikiran sempit. Memang salah satu faktor utama orang bisa dikatakan sejahtera adalah adanya uang yang mencukupi kehidupannya, tapi sejahtera lebih dari itu. Contohnya: Seseorang punya pekerjaan yang mapan dengan gaji yang lebih dari cukup untuk biaya hidup, akan tetapi di rumahnya ia terputus dari lingkungannya, jarang bersosialisasi. Lalu di keluarganya ia hanya punya sedikit waktu karena sebagian besar waktunya untuk pekerjaan. Belum lagi karena pola hidupnya tidak seimbang, orang itu jadi punya sikap negatif, suka mengeluh, apatis, egois. Apakah orang yang seperti itu, yang secara finansial sehat namun secara mental tidak sehat, apakah orang tersebut layak dikatakan sejahtera? Saya yakin sebagian besar dari kita menggelengkan kepala.
Ya, karena sejahtera itu bukan semata soal finansial, tapi juga soal mental. Justru sebelum finansialnya diperbaiki, mentalnya dulu yang harus diperbaiki. Karena perbaikan finansial adalah akibat, sedangkan perbaikan mental adalah penyebabnya. Oleh karenanya saya 100% setuju atas gerakan Revolusi Mental yang dijalankan pemerintah kita saat ini. Karena orang yang bermental miskin, jika hari ini ia diberi uang 1 milyar, maka satu tahun kemudian kemungkinan besar orang itu kembali jadi orang miskin, secara mental juga finansial. Namun jika orang dididik untuk memiliki mental kaya, maka saya yakin hanya soal waktu saja bahwa orang itu suatu hari akan kaya secara finansial.
Kembali lagi kepada koperasi, yang tujuannya adalah mensejahterakan. Ketika koperasi pertama kali didirikan, apa yang pertama kali menjadi tujuannya? Apakah langsung mengusahakan kesejahteraan secara materi? Ataukah lebih dulu mementingkan pendidikan mental? Orang yang bijak pasti memilih sebab daripada akibat. Jadi saya tegaskan melalui tulisan ini bahwa tugas utama dan tugas pertama koperasi adalah pendidikan mental, bukan peningkatan SHU. SHU akan meningkat sebagai akibat dari terdidiknya para anggota koperasinya. Anggota yang terdidik secara moral, secara keilmuan, maka akan sulit bagi koperasi itu menjadi koperasi yang kecil.
Lantas pendidikan apa yang paling utama di koperasi? Apakah pendidikan agar anggotanya paham tentang peraturan-peraturan perkoperasian? Ataukah pendidikan mengenai manajemen perusahaan? Saya rasa pendidikan yang tadi itu penting, tapi bukan yang utama. Yang utama adalah mendidik mental dan mindset para anggota koperasi. Para anggota koperasi haruslah dididik dan pada akhirnya harus memiliki mental sosial, mental yang tidak hanya memikirkan dirinya sendiri, bagaimana dirinya bisa kaya dan sejahtera. Tetapi mental sosial yang memikirkan bagaimana agar orang lain juga bisa sejahtera. Orang yang memiliki mental sosial tidak akan pernah puas, tidak akan pernah tenang hidupnya manakala ia sendiri berkecukupan tetapi melihat masyarakat di sekelilingnya masih kekurangan. Mental seperti inilah yang dikehendaki oleh koperasi, mental seperti inilah yang dicita-citakan oleh Bung Hatta untuk ada di segenap hati para anggota koperasi.
Koperasi itu mensejahterakan, untuk kesejahteraan mental dan kesejahteraan sosial.
Kualitas Manajer Koperasi: Mengerti Pembukuan
Umumnya pengurus koperasi di Indonesia tidak terlalu paham mengenai pembukuan, karena jarang sekali saat pemilihan pengurus baru koperasi ada fit and proper test yang menguji pengetahuan calon pengurus tentang pembukuan. Jenis koperasi yang beragam menjadikan pengurus koperasi pun berasal dari latar belakang yang beragam. Koperasi rumah sakit misalnya, pengurusnya kemungkinan besar adalah dokter, yang dipelajarinya adalah menghitung tulang bukan menghitung uang. Koperasi nelayan, pengurusnya sudah pasti nelayan, yang tugasnya mencari ikan bukan mengklasifikasi akun. Memang pengurus baiknya tahu soal pembukuan, dan dalam masa kepengurusan tiga tahun itu masa iya tidak sempat belajar mengenai pembukuan. Tapi pada kenyataanya jarang pengurus yang mau dan bisa belajar mengenai pembukuan, terlebih lagi pengurus yang dari awal sudah paham pembukuan. Terkecuali di koperasi Ikatan Akuntan Indonesia, pengurusnya sudah pasti mengerti pembukuan.
Kalau begitu jika pengurusnya tidak tahu pembukuan, lantas manajer koperasinya juga tidak tahu pembukuan, terus keuangan koperasi mau dibuat seperti apa? Bisa-bisa uang anggota yang sudah terkumpul tidak tahu kemana juntrungannya. Ini terjadi kepada saya ketika pertama kali ditugaskan menjadi pengelola koperasi, tugas pertama dari pengurus kepada saya saat itu adalah 'Coba cari tahu uang koperasi kemana aja?', saya langsung paham saat itu kalau harus membuat neraca sebagai alat untuk menjelaskan kemana saja uang koperasi. Di neraca lalu saya jelaskan 'Ini loh uang koperasi ada yang dalam bentuk kas, bank, piutang, aset tetap, work in process, utang, modal'. Baru kemudian pengurus berkata 'ooh' sambil kerut di dahi nya hilang. Itu karena pengelola sebelumnya tidak paham akuntansi, yang dicatat hanya kas masuk dan kas keluar. Sedangkan transaksi-transaksi non kas tidak dicatat, tidak ada rekap biaya, rekap pendaptan, rekonsiliasi rekening koran, dan lain-lain.
Pembukuan itu apa sih? Pembukuan itu adalah pencatatan seluruh transaksi keuangan yang ada di suatu perusahaan untuk kemudian disajikan dalam bentuk laporan keuangan secara tepat waktu dan akurat. Dengan disiplin ilmunya yang bernama akuntansi. Pencatatan transaksi disini tidak cuma transaksi yang terkait kas seperti pembelian barang secara tunai atau memberikan pinjaman ke anggota. Transaksi disini juga terkait kejadian-kejadian yang tidak melibatkan kas, seperti pengakuan pendapatan, pengakuan utang, penyusutan aset. Transaksi juga tidak cuma yang melibatkan koperasi dengan pihak lain, seperti pembayaran utang atau penerimaan simpanan anggota. Ada transaksi-transaksi yang terjadi secara internal, seperti pengakuan beban penyusutan tiap bulan, alokasi penyisihan resiko piutang, penghapusan piutang tak tertagih.
Orang yang tahu pembukuan mengenali transaksi-transaksi apa yang perlu dicatat, bagaimana mencatatnya (dalam bentuk jurnal), bagaimana menyajikannya dalam bentuk laporan yang sesuai standar akuntansi, bagaimana nanti menemukan kesalahan-kesalahan dalam pencatatan, dan lain sebagainya. Orang yang tahu akuntansi tahu ketika membeli barang, apakah barang tersebut dicatat sebagai biaya atau pembelian aset, kalau dicatat sebagai pembelian aset akan disusutkan berapa lama, dengan metode apa. Kalau sebelum masa pakainya habis harus dijual, bagaimana mencatat transaksinya, dan seterusnya.
Memang seorang manajer tidak perlu menangani pembukuan sendiri, seorang manajer koperasi perlu memiliki staf khusus yang menangani pembukuan, memverifikasi transaksi, mencatat jurnal, seorang staf akuntansi. Namun pengetahuan mengenai pembukuan itu sendiri mutlak diketahui oleh manajer koperasi, tujuannya antara lain agar jika terjadi kesalahan atau penyimpangan dalam pencatatan keuangan, seorang manajer koperasi mampu mengidentifikasi dimana kesalahan atau penyimpangan itu terjadi. Selain itu pada awal koperasi berdiri biasanya manajer koperasi hanya sendiri atau dibantu oleh beberapa orang staf, yang karena kemampuan keuangan koperasi yang baru berdiri ini masih minim, belum mampu merekerut staf akuntansi yang kompeten. Disinilah peran manajer koperasi untuk membangun sistem akuntansi yang rapih, melatih staf yang ada untuk menjalankan sistem tersebut, lantas mengawasi apakah sistem akuntansi yang tadi sudah dibuat bisa dijalankan dengan baik dan sudah efisien.
Akuntansi juga tidak sembarang pakai logika, tidak bisa orang menangani pembukuan hanya dengan bermodalkan logika tanpa dasar ilmu yang memadai. Minimal harus lulus mata kuliah pengantar akuntansi 1 dan 2. Atau kalau mau otodidak, baca buku Accounting yang tebalnya 10 centi. Memang di toko buku banyak buku-buku akuntansi yang sifatnya praktis dan tipis, mempelajari buku itu saja sebenarnya cukup... untuk tingkat pengurus. Kalau untuk tingkat manajer koperasi dan supervisor keuangan, buku tersebut tidaklah memadai. Banyak hal yang tidak bisa diungkap dalam buku akuntansi yang tipis. Perlu pemahaman yang komprehensif mengenai pembukuan bagi seorang manajer koperasi.
Karenanya persayaratan yang direkomendasikan untuk menjadi manajer koperasi adalah berlatar belakang pendidikan manajemen atau akuntansi. Bahkan orang yang kuliah di jurusan akuntansi pun, kalau berasal dari kampus yang tidak bonafid, apalagi orangnya kurang cerdas, kurang bisa mempraktikan ilmu yang didapat di bangku kuliah dengan kenyataan kebutuhan pembukuan di koperasi. Terlebih lagi orang yang tidak punya dasar ilmunya. Merekerut manajer koperasi dari orang yang berlatar belakang teknik atau hukum misalnya, tidak dilarang memang, tapi orang tersebut perlu mengejar untuk belajar mengenai pembukuan. Syukur-syukur kalau ia di back up oleh staf atau supervisornya yang mengerti akuntansi, kalau tidak berantakan sudah jadinya keuangan koperasi. Mungkin ini salah satu penyebab runtuhnya banyak koperasi, ketika di koperasi tersebut tidak ada yang paham mengenai pembukuan, baik itu pengurusnya atau pengelolanya.
Pembukuan dan penyajiannya juga punya aturan, namanya standar akuntansi. Kalau di koperasi saat ini yang berlaku adalah Standar Akuntansi untuk Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik atau disingkat SAK ETAP. Mungkin ada yang berkata 'Jangankan SAK ETAP, kata 'akuntansi' saja masih awam di koperasi saya', ya kalau begitu jangan dibiarkan kondisi tersebut berlarut-larut. Ketertingalan jangan dibiarkan, kurangnya kompetensi jangan dianggap wajar. Pilihannya cuma dua, belajar atau merekrut orang yang ahli. Tidak bisa dibiarkan koperasi berjalan tanpa pembukuan yang rapih dan sesuai standar. Bagaimana koperasi bisa besar jika pembukuannya tidak rapih. Ketika meminta tambahan modal kerja dari lembaga keuangan pasti yang diminta adalah laporan keuangan, laporan keuangan yang diakui adalah yang mendapat pendapat wajar dari akuntan publik. Kalau metode pencatatan dan pembukuannya saja tidak tahu bagaimana bisa mendapat pendapat wajar, di audit akuntan publik saja tidak berani.
Saran saya ketika merekerut manajer koperasi, harus di tes pengetahuan akuntansinya. Minimal ia tahu golongan akun apa saja, kalau bertambah di debit atau di kredit, kalau ada transaksi jurnalnya bagaimana, apa saja yang ada di neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan modal. Kalau di koperasi karyawan, tinggal minta tolong bagian akuntansi di perusahaan untuk mengetes kemampuan akuntansi calon manajer koperasi. Kalau di koperasi lain bisa meminta bantuan lembaga manajemen untuk proses seleksinya. Koperasi yang didalamnya tidak ada orang tahu pembukuan itu rawan, rawan kesalahan dan rawan penyimpangan.
Jalan kedua selain merekrut orang yang paham akuntansi, adalah dengan melakukan pelatihan. Meskipun sudah tahu akuntansi itu seperti apa, tetap diikutkan pelatihan mengenai akuntansi. Karena koperasi pastinya berkembang, transaksi yang ada di dalamnya pun akan bertambah rumit dan bertambah besar volumenya, ini membutuhkan tingkat kompetensi baru, perlu tambahan ilmu baru. Jika nanti koperasi memutuskan untuk membentuk anak perusahaan, maka perlu diketahui bagaimana pemisahan kekayaannya, bagaimana pembagian devidennya, bagaimana pencatatan transaksi antara induk dan anak perusahaan.
'Koperasi saya masih kecil, tidak sanggup bayar manajer koperasi yang berpengalaman, cuma sanggup bayar gaji staf administrasi.' Ya kalau begitu staf administrasi itu disuruh belajar akuntansi dari buku-buku yang banyak terdapat di toko buku. Atau datangkan pengajar dari kampus setempat untuk mengajari akuntansi sekaligus membuatkan sistemnya. Sebenarnya kalau ada kemauan pasti ada jalan, membeli buku akuntansi lantas mempelajarinya tidak butuh uang lebih dari seratus ribu. Masa iya, sekecil-kecilnya koperasi, seratus ribu tidak punya. Berhenti berkilah atau beralasan, kalau koperasi perlu pembukuan yang rapih ya lantas itu perlu dilakukan sebisa mungkin.
Kata orang accounting is a languange of business. Koperasi juga merupakan sebuah bisnis, koperasi yang tidak tahu akuntansi seperti orang yang bisu. Orang yang bisu itu sulit berkomunikasi dengan orang lain, begitu pun koperasi yang tidak menerapkan pembukuan yang standar akan sulit berkomunikasi dengan dunia bisnis. Lantas ini tugasnya siapa agar koperasi bisa berbicara bahasa bisnis (akuntansi), dengan tegas saya katakan ini masuk ke dalam job desc manajer koperasi.
Kalau begitu jika pengurusnya tidak tahu pembukuan, lantas manajer koperasinya juga tidak tahu pembukuan, terus keuangan koperasi mau dibuat seperti apa? Bisa-bisa uang anggota yang sudah terkumpul tidak tahu kemana juntrungannya. Ini terjadi kepada saya ketika pertama kali ditugaskan menjadi pengelola koperasi, tugas pertama dari pengurus kepada saya saat itu adalah 'Coba cari tahu uang koperasi kemana aja?', saya langsung paham saat itu kalau harus membuat neraca sebagai alat untuk menjelaskan kemana saja uang koperasi. Di neraca lalu saya jelaskan 'Ini loh uang koperasi ada yang dalam bentuk kas, bank, piutang, aset tetap, work in process, utang, modal'. Baru kemudian pengurus berkata 'ooh' sambil kerut di dahi nya hilang. Itu karena pengelola sebelumnya tidak paham akuntansi, yang dicatat hanya kas masuk dan kas keluar. Sedangkan transaksi-transaksi non kas tidak dicatat, tidak ada rekap biaya, rekap pendaptan, rekonsiliasi rekening koran, dan lain-lain.
Pembukuan itu apa sih? Pembukuan itu adalah pencatatan seluruh transaksi keuangan yang ada di suatu perusahaan untuk kemudian disajikan dalam bentuk laporan keuangan secara tepat waktu dan akurat. Dengan disiplin ilmunya yang bernama akuntansi. Pencatatan transaksi disini tidak cuma transaksi yang terkait kas seperti pembelian barang secara tunai atau memberikan pinjaman ke anggota. Transaksi disini juga terkait kejadian-kejadian yang tidak melibatkan kas, seperti pengakuan pendapatan, pengakuan utang, penyusutan aset. Transaksi juga tidak cuma yang melibatkan koperasi dengan pihak lain, seperti pembayaran utang atau penerimaan simpanan anggota. Ada transaksi-transaksi yang terjadi secara internal, seperti pengakuan beban penyusutan tiap bulan, alokasi penyisihan resiko piutang, penghapusan piutang tak tertagih.
Orang yang tahu pembukuan mengenali transaksi-transaksi apa yang perlu dicatat, bagaimana mencatatnya (dalam bentuk jurnal), bagaimana menyajikannya dalam bentuk laporan yang sesuai standar akuntansi, bagaimana nanti menemukan kesalahan-kesalahan dalam pencatatan, dan lain sebagainya. Orang yang tahu akuntansi tahu ketika membeli barang, apakah barang tersebut dicatat sebagai biaya atau pembelian aset, kalau dicatat sebagai pembelian aset akan disusutkan berapa lama, dengan metode apa. Kalau sebelum masa pakainya habis harus dijual, bagaimana mencatat transaksinya, dan seterusnya.
Memang seorang manajer tidak perlu menangani pembukuan sendiri, seorang manajer koperasi perlu memiliki staf khusus yang menangani pembukuan, memverifikasi transaksi, mencatat jurnal, seorang staf akuntansi. Namun pengetahuan mengenai pembukuan itu sendiri mutlak diketahui oleh manajer koperasi, tujuannya antara lain agar jika terjadi kesalahan atau penyimpangan dalam pencatatan keuangan, seorang manajer koperasi mampu mengidentifikasi dimana kesalahan atau penyimpangan itu terjadi. Selain itu pada awal koperasi berdiri biasanya manajer koperasi hanya sendiri atau dibantu oleh beberapa orang staf, yang karena kemampuan keuangan koperasi yang baru berdiri ini masih minim, belum mampu merekerut staf akuntansi yang kompeten. Disinilah peran manajer koperasi untuk membangun sistem akuntansi yang rapih, melatih staf yang ada untuk menjalankan sistem tersebut, lantas mengawasi apakah sistem akuntansi yang tadi sudah dibuat bisa dijalankan dengan baik dan sudah efisien.
Akuntansi juga tidak sembarang pakai logika, tidak bisa orang menangani pembukuan hanya dengan bermodalkan logika tanpa dasar ilmu yang memadai. Minimal harus lulus mata kuliah pengantar akuntansi 1 dan 2. Atau kalau mau otodidak, baca buku Accounting yang tebalnya 10 centi. Memang di toko buku banyak buku-buku akuntansi yang sifatnya praktis dan tipis, mempelajari buku itu saja sebenarnya cukup... untuk tingkat pengurus. Kalau untuk tingkat manajer koperasi dan supervisor keuangan, buku tersebut tidaklah memadai. Banyak hal yang tidak bisa diungkap dalam buku akuntansi yang tipis. Perlu pemahaman yang komprehensif mengenai pembukuan bagi seorang manajer koperasi.
Karenanya persayaratan yang direkomendasikan untuk menjadi manajer koperasi adalah berlatar belakang pendidikan manajemen atau akuntansi. Bahkan orang yang kuliah di jurusan akuntansi pun, kalau berasal dari kampus yang tidak bonafid, apalagi orangnya kurang cerdas, kurang bisa mempraktikan ilmu yang didapat di bangku kuliah dengan kenyataan kebutuhan pembukuan di koperasi. Terlebih lagi orang yang tidak punya dasar ilmunya. Merekerut manajer koperasi dari orang yang berlatar belakang teknik atau hukum misalnya, tidak dilarang memang, tapi orang tersebut perlu mengejar untuk belajar mengenai pembukuan. Syukur-syukur kalau ia di back up oleh staf atau supervisornya yang mengerti akuntansi, kalau tidak berantakan sudah jadinya keuangan koperasi. Mungkin ini salah satu penyebab runtuhnya banyak koperasi, ketika di koperasi tersebut tidak ada yang paham mengenai pembukuan, baik itu pengurusnya atau pengelolanya.
Pembukuan dan penyajiannya juga punya aturan, namanya standar akuntansi. Kalau di koperasi saat ini yang berlaku adalah Standar Akuntansi untuk Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik atau disingkat SAK ETAP. Mungkin ada yang berkata 'Jangankan SAK ETAP, kata 'akuntansi' saja masih awam di koperasi saya', ya kalau begitu jangan dibiarkan kondisi tersebut berlarut-larut. Ketertingalan jangan dibiarkan, kurangnya kompetensi jangan dianggap wajar. Pilihannya cuma dua, belajar atau merekrut orang yang ahli. Tidak bisa dibiarkan koperasi berjalan tanpa pembukuan yang rapih dan sesuai standar. Bagaimana koperasi bisa besar jika pembukuannya tidak rapih. Ketika meminta tambahan modal kerja dari lembaga keuangan pasti yang diminta adalah laporan keuangan, laporan keuangan yang diakui adalah yang mendapat pendapat wajar dari akuntan publik. Kalau metode pencatatan dan pembukuannya saja tidak tahu bagaimana bisa mendapat pendapat wajar, di audit akuntan publik saja tidak berani.
Saran saya ketika merekerut manajer koperasi, harus di tes pengetahuan akuntansinya. Minimal ia tahu golongan akun apa saja, kalau bertambah di debit atau di kredit, kalau ada transaksi jurnalnya bagaimana, apa saja yang ada di neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan modal. Kalau di koperasi karyawan, tinggal minta tolong bagian akuntansi di perusahaan untuk mengetes kemampuan akuntansi calon manajer koperasi. Kalau di koperasi lain bisa meminta bantuan lembaga manajemen untuk proses seleksinya. Koperasi yang didalamnya tidak ada orang tahu pembukuan itu rawan, rawan kesalahan dan rawan penyimpangan.
Jalan kedua selain merekrut orang yang paham akuntansi, adalah dengan melakukan pelatihan. Meskipun sudah tahu akuntansi itu seperti apa, tetap diikutkan pelatihan mengenai akuntansi. Karena koperasi pastinya berkembang, transaksi yang ada di dalamnya pun akan bertambah rumit dan bertambah besar volumenya, ini membutuhkan tingkat kompetensi baru, perlu tambahan ilmu baru. Jika nanti koperasi memutuskan untuk membentuk anak perusahaan, maka perlu diketahui bagaimana pemisahan kekayaannya, bagaimana pembagian devidennya, bagaimana pencatatan transaksi antara induk dan anak perusahaan.
'Koperasi saya masih kecil, tidak sanggup bayar manajer koperasi yang berpengalaman, cuma sanggup bayar gaji staf administrasi.' Ya kalau begitu staf administrasi itu disuruh belajar akuntansi dari buku-buku yang banyak terdapat di toko buku. Atau datangkan pengajar dari kampus setempat untuk mengajari akuntansi sekaligus membuatkan sistemnya. Sebenarnya kalau ada kemauan pasti ada jalan, membeli buku akuntansi lantas mempelajarinya tidak butuh uang lebih dari seratus ribu. Masa iya, sekecil-kecilnya koperasi, seratus ribu tidak punya. Berhenti berkilah atau beralasan, kalau koperasi perlu pembukuan yang rapih ya lantas itu perlu dilakukan sebisa mungkin.
Kata orang accounting is a languange of business. Koperasi juga merupakan sebuah bisnis, koperasi yang tidak tahu akuntansi seperti orang yang bisu. Orang yang bisu itu sulit berkomunikasi dengan orang lain, begitu pun koperasi yang tidak menerapkan pembukuan yang standar akan sulit berkomunikasi dengan dunia bisnis. Lantas ini tugasnya siapa agar koperasi bisa berbicara bahasa bisnis (akuntansi), dengan tegas saya katakan ini masuk ke dalam job desc manajer koperasi.
Kualitas Manajer Koperasi: Dekat dengan Allah
Kualitas pertama dan utama yang penting untuk dimiliki oleh manajer koperasi adalah dekat dengan Allah. Well, sebenarnya bukan cuma manajer koperasi yang penting untuk dekat dengan Allah, semua profesi bahkan orang yang tidak punya profesi sekalipun penting untuk dekat dengan Allah. Mengapa dekat dengan Allah menjadi hal yang terpenting? Sebenarnya saya heran kalau ada orang yang bertanya seperti itu, itu sama halnya bertanya mengapa sinar matahari penting untuk kehidupan di bumi. Jawabannya sudah jelas. Namun tetap saya jelaskan disini. Segala sesuatu itu terjadi karena kehendak Allah, bahkan sehelai daun yang jatuh pun jatuhnya atas izin dari Allah. Koperasi Anda kalau ingin maju apakah perlu izin dari Allah? Tentu. Pekerjaan Anda sebagai manajer koperasi jika ingin lancar apakah perlu izin dari Allah? Pasti. Apakah yang membuat koperasi Anda maju? Apakah karena modalnya yang besar, usahanya yang lancar, pengurusnya yang kompeten, manajernya yang ahli. Pada hakikatnya bukan karena faktor itu, pada hakikatnya koperasi bisa maju adalah karena izin Allah. Titik.
Setelah mengakui satu hal itu, bahwa kemajuan koperasi bergantung pada Allah. Baru kemudian kita bicara bagaimana memperkuat modal koperasi, bagaimana memperluas usaha, bagaimana menjadi pengurus yang kompeten, bagaimana mencari manajer koperasi yang berpengalaman, dan lain sebagainya. Yang barusan saya bicarakan merupakan penyebab dan akibatnya adalah majunya koperasi. Penyebab dan akibat ini bukan hal yang otomatis, ada sebab lalu ada akibat, bukan begitu. Seperti api merupakan penyebab dan akibatnya adalah terbakar. Tapi kalau Allah tidak mengizinkan api menyebabkan dapat membakar, maka api tidak dapat membakar seperti api tidak dapat membakar Nabi Ibrahim AS. Begitupun segala rancang bangun manajemen koperasi yang bagus tidak serta merta membuat koperasi maju tanpa adanya izin Allah. Itu yang harus dipegang terlebih dahulu.
Bagaimana agar Allah mengizinkan koperasi kita maju dan berkembang? Ya dekati Allah, berdoa, beramal soleh, berikhtiar yang benar sesuai syariat. That simple. Manajer koperasi yang ingin koperasinya maju harus sholat tepat waktu, ketika adzan memanggil langsung melangkahkan kaki ke masjid, kalau perlu sebelum adzan sudah ada di masjid. Di panggil pengurus saja langsung kita berangkat, masa dipanggil Raja Seluruh Alam kita tidak menyegerakan diri. Bisa saja sih koperasi kita maju, tanpa kita taat, bisa saja kalau Allah mengizinkan. Tapi biasanya semakin maju dan berkembangnya koperasi, semakin bertambah pula permasalahan yang dihadapi koperasi. Utang tak terbayar, anggota yang masih punya pinjaman kabur, aset dicuri, laporan keuangan tidak balance, dan banyak masalah lain. Yang ada koperasi yang bertambah besar membuat kita tambah sulit ibadah, waktu untuk pribadi dan keluarga berkurang, stress bertambah, banyak penyimpangan, dan musibah lainnya.
Shalat itu yang utama dan pertama kali diperhatikan agar bisa dekat dengan Allah, diiringi dengan ibadah wajib dan sunah lainnya. Dan harus dibarengi dengan tidak melakukan maksiat atau hal-hal yang dilarang. Manajer koperasi jangan minum-minuman keras, jangan berzina, jangan korupsi, jangan berdusta, jangan mengambil riba dan lain sebagainya. Semakin dekat hubungan kita dengan Allah, insyaallah segala urusan akan dipermudah. Kita tidak merasa terlalu stress karena kita merasa punya tempat bersandar yang kokoh. Kita tidak akan merasa terlalu terbebani oleh masalah, karena setiap ada masalah yang tidak terpecahkan oleh pikiran dapat dipecahkan oleh doa kepada Allah.
Kedekatan dengan Allah ini hendaknya ditularkan dari manajer koperasi ke staf-stafnya. Ajak stafnya yang laki-laki untuk shalat berjamaah di masjid, ajak stafnya yang wanita untuk menutup aurat, jangan terlalu banyak bercampur yang tidak perlu antara laki-laki dan wanita. Kalau perlu digalakkan shalat dhuha, pengajian rutin di kantor, potong gaji untuk zakat dan sedekah, kalau pas meeting datang waktu sholat meetingnya rehat dulu, kalau bisa begitu insyaallah koperasinya berkah. Lebih mudah untuk berkembang dan yang pastinya masalah-masalah jauh.
Ada yang bilang 'Urusan dunia kok dicampur-campur sama urusan akhirat! Koperasi itu urusan dunia, shalat itu urusan akhirat!'. Saya cuma bisa bertanya, memang Tuhannya dunia dan Tuhannya akhirat itu beda? Memangnya manusia punya kekuatan untuk begini begitu kalau tanpa izin Allah. Bukannya tidak ada daya upaya melainkan dari Allah. Orang yang menganggap kedekatan dengan Allah itu tidak perlu untuk urusan dunia, salah satunya untuk mengelola koperasi, orang yang seperti itu adalah orang yang sombong dan tidak beriman. Saya menyerah kalau harus mengelola koperasi yang pengurusnya seperti ini.
Bangsa Indonesia merdeka pun, para pendiri bangsa ini menyadari bahwa kemerdekaan adalah atas berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa. Koperasi dapat maju pun sama atas berkat rahmatNya. Bukan atas kelihaian pengurus atau kepandaian pengelola koperasi. Kalau koperasi Anda ingin maju, dekat-dekat dengan Allah. Pengurusnya, pengelolanya, anggotanya, semuanya. Saya berkata begini bukan semata teori atau katanya, saya bilang begini karena pengalaman pribadi. Ada perbedaan ketika kita sebagai manajer koperasi, mengelola koperasi dalam posisi taat kepada Allah, dan mengelola koperasi ketika lalai dari Allah. Ketika kita taat kepada Allah, masalah tetap ada tapi dapat dilalui dengan mudah. Ketika kita lalai dari Allah, masalah datang lebih banyak, bahkan masalah yang kecil pun jadi besar, terlebih lagi pikiran mudah stress.
Saran saya, sudahlah menyerah saja pada Allah. Dekatkan diri Anda pada Allah, jauhi maksiat dan lakukan ketaatan. Insyaallah hidup tenang dan pekerjaan menjadi berkah. Soal mengelola koperasi biarkan Allah yang urus, melalui tangan Anda sebagai manajer koperasi. Ketika ada masalah di koperasi, berdoa, berusaha sebaik mungkin dan serahkan penyelesaiannya pada Allah. Ketika keberhasilan itu datang, ketika masalah selesai, katakanlah keberhasilan ini, selesainya masalah ini bukan atas usaha saya tapi atas izin Allah. Begitu kan indah jadinya.
Setelah mengakui satu hal itu, bahwa kemajuan koperasi bergantung pada Allah. Baru kemudian kita bicara bagaimana memperkuat modal koperasi, bagaimana memperluas usaha, bagaimana menjadi pengurus yang kompeten, bagaimana mencari manajer koperasi yang berpengalaman, dan lain sebagainya. Yang barusan saya bicarakan merupakan penyebab dan akibatnya adalah majunya koperasi. Penyebab dan akibat ini bukan hal yang otomatis, ada sebab lalu ada akibat, bukan begitu. Seperti api merupakan penyebab dan akibatnya adalah terbakar. Tapi kalau Allah tidak mengizinkan api menyebabkan dapat membakar, maka api tidak dapat membakar seperti api tidak dapat membakar Nabi Ibrahim AS. Begitupun segala rancang bangun manajemen koperasi yang bagus tidak serta merta membuat koperasi maju tanpa adanya izin Allah. Itu yang harus dipegang terlebih dahulu.
Bagaimana agar Allah mengizinkan koperasi kita maju dan berkembang? Ya dekati Allah, berdoa, beramal soleh, berikhtiar yang benar sesuai syariat. That simple. Manajer koperasi yang ingin koperasinya maju harus sholat tepat waktu, ketika adzan memanggil langsung melangkahkan kaki ke masjid, kalau perlu sebelum adzan sudah ada di masjid. Di panggil pengurus saja langsung kita berangkat, masa dipanggil Raja Seluruh Alam kita tidak menyegerakan diri. Bisa saja sih koperasi kita maju, tanpa kita taat, bisa saja kalau Allah mengizinkan. Tapi biasanya semakin maju dan berkembangnya koperasi, semakin bertambah pula permasalahan yang dihadapi koperasi. Utang tak terbayar, anggota yang masih punya pinjaman kabur, aset dicuri, laporan keuangan tidak balance, dan banyak masalah lain. Yang ada koperasi yang bertambah besar membuat kita tambah sulit ibadah, waktu untuk pribadi dan keluarga berkurang, stress bertambah, banyak penyimpangan, dan musibah lainnya.
Shalat itu yang utama dan pertama kali diperhatikan agar bisa dekat dengan Allah, diiringi dengan ibadah wajib dan sunah lainnya. Dan harus dibarengi dengan tidak melakukan maksiat atau hal-hal yang dilarang. Manajer koperasi jangan minum-minuman keras, jangan berzina, jangan korupsi, jangan berdusta, jangan mengambil riba dan lain sebagainya. Semakin dekat hubungan kita dengan Allah, insyaallah segala urusan akan dipermudah. Kita tidak merasa terlalu stress karena kita merasa punya tempat bersandar yang kokoh. Kita tidak akan merasa terlalu terbebani oleh masalah, karena setiap ada masalah yang tidak terpecahkan oleh pikiran dapat dipecahkan oleh doa kepada Allah.
Kedekatan dengan Allah ini hendaknya ditularkan dari manajer koperasi ke staf-stafnya. Ajak stafnya yang laki-laki untuk shalat berjamaah di masjid, ajak stafnya yang wanita untuk menutup aurat, jangan terlalu banyak bercampur yang tidak perlu antara laki-laki dan wanita. Kalau perlu digalakkan shalat dhuha, pengajian rutin di kantor, potong gaji untuk zakat dan sedekah, kalau pas meeting datang waktu sholat meetingnya rehat dulu, kalau bisa begitu insyaallah koperasinya berkah. Lebih mudah untuk berkembang dan yang pastinya masalah-masalah jauh.
Ada yang bilang 'Urusan dunia kok dicampur-campur sama urusan akhirat! Koperasi itu urusan dunia, shalat itu urusan akhirat!'. Saya cuma bisa bertanya, memang Tuhannya dunia dan Tuhannya akhirat itu beda? Memangnya manusia punya kekuatan untuk begini begitu kalau tanpa izin Allah. Bukannya tidak ada daya upaya melainkan dari Allah. Orang yang menganggap kedekatan dengan Allah itu tidak perlu untuk urusan dunia, salah satunya untuk mengelola koperasi, orang yang seperti itu adalah orang yang sombong dan tidak beriman. Saya menyerah kalau harus mengelola koperasi yang pengurusnya seperti ini.
Bangsa Indonesia merdeka pun, para pendiri bangsa ini menyadari bahwa kemerdekaan adalah atas berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa. Koperasi dapat maju pun sama atas berkat rahmatNya. Bukan atas kelihaian pengurus atau kepandaian pengelola koperasi. Kalau koperasi Anda ingin maju, dekat-dekat dengan Allah. Pengurusnya, pengelolanya, anggotanya, semuanya. Saya berkata begini bukan semata teori atau katanya, saya bilang begini karena pengalaman pribadi. Ada perbedaan ketika kita sebagai manajer koperasi, mengelola koperasi dalam posisi taat kepada Allah, dan mengelola koperasi ketika lalai dari Allah. Ketika kita taat kepada Allah, masalah tetap ada tapi dapat dilalui dengan mudah. Ketika kita lalai dari Allah, masalah datang lebih banyak, bahkan masalah yang kecil pun jadi besar, terlebih lagi pikiran mudah stress.
Saran saya, sudahlah menyerah saja pada Allah. Dekatkan diri Anda pada Allah, jauhi maksiat dan lakukan ketaatan. Insyaallah hidup tenang dan pekerjaan menjadi berkah. Soal mengelola koperasi biarkan Allah yang urus, melalui tangan Anda sebagai manajer koperasi. Ketika ada masalah di koperasi, berdoa, berusaha sebaik mungkin dan serahkan penyelesaiannya pada Allah. Ketika keberhasilan itu datang, ketika masalah selesai, katakanlah keberhasilan ini, selesainya masalah ini bukan atas usaha saya tapi atas izin Allah. Begitu kan indah jadinya.
Pentingnya Pendidikan Koperasi
Koperasi yang baik adalah kopearsi yang menerapkan prinsip koperasi. Salah satu prinsip koperasi adalah pendidikan koperasi. Pendidikan ini dibagi menjadi dua, yaitu pendidikan ideologi koperasi dan pendidikan manajemen koperasi. Seringkali yang lebih ditekankan sekarang ini adalah pendidikan mengenai manajemen koperasi, padahal menurut saya pendidikan utama yang harus lebih ditekankan adalah pendidikan atas ideologi koperasi. Meskipun ke dua kategori pendidikan ini harus berjalan beriringan, ibaratnya sepatu kanan dan kiri. Keduanya harus dipakai supaya berfungsi, tapi ada sunnahnya untuk memakai sepatu kanan terlebih dahulu. Begitu pun pendidikan koperasi harus didahulukan pendidikan atas ideologinya, dipesankan oleh Bung Hatta bahwa pendidikan ideologi koperasi harus didahulukan dibanding pendidikan mengenai manajemen koperasi.
Jika bicara mengenai pendidikan koperasi, maka mungkin saya perlu satu buku khusus untuk menulis tentang pendidikan koperasi. Karena pendidikan koperasi ini nyatanya lebih luas daripada pendidikan untuk mengurus PT. Mulai dari pendidikan ideologi koperasi, disitu harus ditanamkan kepada seluruh orang yang terlibat di koperasi agar punya sifat gotong royong, toleransi, saling bekerja sama, mandiri, gemar menyimpan, sabar, dan sikap-sikap baik lainnya. Justru tujuan utama koperasi menurut Bung Hatta adalah agar koperasi menjadi sarana pendidikan moril bagi masyarakat dan anggota koperasi pada khususnya. Dari moril dan sikap yang baik itu maka sudah setengah jalan menuju masyarakat yang sejahtera sebagaimana dicita-citakan oleh koperasi. Jadi sebenarnya bukan besar-besaran SHU yang menjadi tolok ukur keberhasilan koperasi, namun seberapa paham anggotanya terhadap nilai-nilai koperasi dan sejauh mana nilai-nilai tersebut diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Pendidikan ideologi koperasi ini sudah sangat jarang ditemui di koperasi-koperasi Indonesia. Bentuknya koperasi tapi yang dipikirkan cuma meningkatkan SHU dari tahun ke tahun. Jangankan mendidik anggota, pengurus dan pengelolanya saja belum tentu paham mengenai tujuan, prinsip, dan nilai-nilai koperasi. Ada yang berkata 'Memangnya perlu pendidikan ideologi koperasi, itu kan hal yang sifatnya teori dan normatif saja?'. Kalau begitu buat apa memilih badan hukum koperasi, buat saja PT sekalian, tidak usah repot memikirkan hal-hal yang sifatnya normatif, biar uang yang berbicara. Pendidikan ini penting karena pendidikan adalah jiwanya koperasi, justru itulah yang membedakan antara koperasi dan PT.
Bagaimana melaksanakan pendidikan ideologi koperasi? Pertama ketika menerima anggota baru, calon anggota diharuskan menjalani pendidikan perkoperasian terlebih dahulu yang didalamnya ditekankan mengenai ideologi koperasi, tujuan, dasar, asas, prinsip, nilai koperasi. Kalau calon anggota sudah menjalani pendidikan dan sudah paham baru bisa diterima menjadi anggota. Kedua, ada program kerja rutin untuk mendidik anggota koperasi yang sudah ada, bisa sebulan atau beberapa bulan sekali diadakan pertemuan, penyuluhan, seminar yang membahas mengenai ideologi koperasi. Perlu juga ada semacam kerja bakti, dimana di satu waktu anggota-anggota koperasi bekerja bersama untuk kepentingan koperasi. Kalau koperasinya koperasi petani, bisa kerja bakti membuka lahan baru. Kalau koperasinya koperasi pedagang, kerja bakti nya bisa mengadakan bazaar yang keuntungannya lantas disimpan di koperasi. Kalau koperasinya koperasi karyawan, bisa kerja bakti membuat sistem kerja yang mapan di koperasi. Dan banyak ide-ide lainnya yang memungkinkan anggota berkontribusi langsung ke koperasi, jadi kontribusi anggota tidak hanya sebatas uang berupa simpanan, tapi juga berbentuk waktu, tenaga, dan pikiran. Ini pun merupakan pendidikan koperasi terhadap anggotanya, mendidik anggota agar punya rasa memiliki yang tinggi terhadap koperasi.
Kemudian pendidikan mengenai manajemen atau organisasi koperasi. Ini juga perlu, kalau tadi pendidikan ideologi adalah sepatu kanannya, maka pendidikan mengenai manajemen koperasi adalah sepatu kirinya. Tidak bisa sekumpulan orang yang bersemangat dan paham mengenai koperasi, lantas menjalankan badan usaha koperasi tanpa tahu ilmu mengenai manajemen dan pembukuan, bisa berantakan hasilnya. Pendidikan manajemen ini yang saat ini marak, bahkan dari dinas koperasi pun lebih banyak mengusung tema pelatihan terkait manajemen koperasi, seperti akuntansi, perpajakan, pengembangan usaha, dan lain-lain. Sehingga kesannya tidak seimbang antara pendidikan ideologi dan pendidikan manajemen. Efeknya koperasi berubah semata-mata menjadi mesin uang, anggota tidak tahu apa-apa yang penting tiap tahun dapat SHU dari koperasi.
Pendidikan manajemen koperasi ini penting agar koperasi bisa berjalan tertata, pengelolaan keuangannya jelas, pengelolaan tenaga kerjanya sesuai peraturan ketenagakerjaan, pengelolaan usahanya profesional. Manajemen koperasi yang baik diperlukan agar koperasi bisa sustainable, bertahan dalam jangka waktu lama, bisa bersaing dengan badan usaha lain, bisa menjadi besar. Tanpa adanya manajemen yang rapih, koperasi akan bertahan pada level usaha kecil dan menengah, sulit untuk masuk ke level usaha besar. Ini didapat tentunya dengan adanya pendidikan manajemen koperasi. Dengan mendidikn pengurus dan pengelolanya untuk lebih kompeten di bidang manajemen, keuangan, akuntansi, pajak, ketenagakerjaan, human development, product development, business process, dan sebagainya. Manajemen koperasi disini tidak banyak berbeda dengan manajemen perusahaan pada umumnya
Siapa saja yang perlu di didik di koperasi itu? Semuanya, mulai dari anggota, pengawas, pengurus, pengelola, karyawan koperasi. Tentunya dengan porsi dan kepentingannya masing-masing. Anggota misalnya tidak perlu di didik di ikutkan pelatihan akuntansi, sementara pengawas wajib di ikutkan pelatihan auditing. Disini pengurus punya kewajiban melakukan training need analysis setiap tahun. Siapa saja yang perlu ikut pelatihan apa, kapan dan berapa biayanya, apa tujuan yang hendak dicapai dari hasil pelatihan tersebut. Bahkan program kerja bakti pun bisa masuk ke dalam agenda pelatihan sebagai sarana untuk mendidik sikap gotong royong anggota.
Pendidikan adalah pekerjaan yang tak mengenal kata berhenti selama koperasi berdiri. Pendidikan adalah belajar, dan belajar itu prosesnya dari mulai ayunan hingga menjelang menghembuskan nafas terakhir. Belajar adalah never ending activities, pendidikan adalah proses yang harus dilakukan terus-menerus. Ilmu itu luas, semakin kita tahu suatu hal semakin kita juga tahu ada lebih banyak hal yang tidak kita ketahui. Belajar itu membuka mata, memperluas pandangan, dan itulah hal yang pertama dibutuhkan untuk melakukan suatu perubahan ke arah yang lebih baik. Pendidikan koperasi pun tidak mengenal kata berhenti, masih banyak yang kurang yang perlu diperbaiki dari koperasi kita, jalan utamanya adalah melalui pendidikan koperasi.
Lantas apa hasil dari pendidikan koperasi? Dalam jangka panjang saya yakin akan berpengaruh terhadap profit koperas dan secara umum manfaat lain yang diterima anggota, baik yang bersifat finansial maupun non finansial. Meskipun tujuan pendidikan itu sendiri tidak bisa diukur dalam satuan mata uang. Tujuan pendidikan terasa ketika sikap orang-orang yang ada di koperasi berubah menjadi lebih baik. Dalam jangka pendek mungkin tidak terlalu terasa dampaknya, tapi teruslah dilakukan pendidikan itu dengan penuh keyakinan bahwa pendidikan itu perlu dan harus. Bahkan menunggu hasil dari pendidikan itu sendiri adalah didikan membentuk sifat sabar. Alokasikan sumber daya yang cukup untuk maksud pendidikan koperasi. Jangan sampai koperasi seperti mayat hidup, berjalan tanpa jiwa. Hanya memikirkan profit tanpa ada perhatian terhadap pendidikan.
Jadilah koperasi yang benar-benar koperasi. Koperasi yang mendidik, bukan sekedar koperasi yang mencari untung. Mendidik seluruh komponen yang ada di koperasi, mendidik anggota dan masyarakat. Tidak hanya mendidik pikiran, terlebih penting mendidik hati dan perilaku. Sabar menunggu hasil dari didikan tersebut.
Jika bicara mengenai pendidikan koperasi, maka mungkin saya perlu satu buku khusus untuk menulis tentang pendidikan koperasi. Karena pendidikan koperasi ini nyatanya lebih luas daripada pendidikan untuk mengurus PT. Mulai dari pendidikan ideologi koperasi, disitu harus ditanamkan kepada seluruh orang yang terlibat di koperasi agar punya sifat gotong royong, toleransi, saling bekerja sama, mandiri, gemar menyimpan, sabar, dan sikap-sikap baik lainnya. Justru tujuan utama koperasi menurut Bung Hatta adalah agar koperasi menjadi sarana pendidikan moril bagi masyarakat dan anggota koperasi pada khususnya. Dari moril dan sikap yang baik itu maka sudah setengah jalan menuju masyarakat yang sejahtera sebagaimana dicita-citakan oleh koperasi. Jadi sebenarnya bukan besar-besaran SHU yang menjadi tolok ukur keberhasilan koperasi, namun seberapa paham anggotanya terhadap nilai-nilai koperasi dan sejauh mana nilai-nilai tersebut diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Pendidikan ideologi koperasi ini sudah sangat jarang ditemui di koperasi-koperasi Indonesia. Bentuknya koperasi tapi yang dipikirkan cuma meningkatkan SHU dari tahun ke tahun. Jangankan mendidik anggota, pengurus dan pengelolanya saja belum tentu paham mengenai tujuan, prinsip, dan nilai-nilai koperasi. Ada yang berkata 'Memangnya perlu pendidikan ideologi koperasi, itu kan hal yang sifatnya teori dan normatif saja?'. Kalau begitu buat apa memilih badan hukum koperasi, buat saja PT sekalian, tidak usah repot memikirkan hal-hal yang sifatnya normatif, biar uang yang berbicara. Pendidikan ini penting karena pendidikan adalah jiwanya koperasi, justru itulah yang membedakan antara koperasi dan PT.
Bagaimana melaksanakan pendidikan ideologi koperasi? Pertama ketika menerima anggota baru, calon anggota diharuskan menjalani pendidikan perkoperasian terlebih dahulu yang didalamnya ditekankan mengenai ideologi koperasi, tujuan, dasar, asas, prinsip, nilai koperasi. Kalau calon anggota sudah menjalani pendidikan dan sudah paham baru bisa diterima menjadi anggota. Kedua, ada program kerja rutin untuk mendidik anggota koperasi yang sudah ada, bisa sebulan atau beberapa bulan sekali diadakan pertemuan, penyuluhan, seminar yang membahas mengenai ideologi koperasi. Perlu juga ada semacam kerja bakti, dimana di satu waktu anggota-anggota koperasi bekerja bersama untuk kepentingan koperasi. Kalau koperasinya koperasi petani, bisa kerja bakti membuka lahan baru. Kalau koperasinya koperasi pedagang, kerja bakti nya bisa mengadakan bazaar yang keuntungannya lantas disimpan di koperasi. Kalau koperasinya koperasi karyawan, bisa kerja bakti membuat sistem kerja yang mapan di koperasi. Dan banyak ide-ide lainnya yang memungkinkan anggota berkontribusi langsung ke koperasi, jadi kontribusi anggota tidak hanya sebatas uang berupa simpanan, tapi juga berbentuk waktu, tenaga, dan pikiran. Ini pun merupakan pendidikan koperasi terhadap anggotanya, mendidik anggota agar punya rasa memiliki yang tinggi terhadap koperasi.
Kemudian pendidikan mengenai manajemen atau organisasi koperasi. Ini juga perlu, kalau tadi pendidikan ideologi adalah sepatu kanannya, maka pendidikan mengenai manajemen koperasi adalah sepatu kirinya. Tidak bisa sekumpulan orang yang bersemangat dan paham mengenai koperasi, lantas menjalankan badan usaha koperasi tanpa tahu ilmu mengenai manajemen dan pembukuan, bisa berantakan hasilnya. Pendidikan manajemen ini yang saat ini marak, bahkan dari dinas koperasi pun lebih banyak mengusung tema pelatihan terkait manajemen koperasi, seperti akuntansi, perpajakan, pengembangan usaha, dan lain-lain. Sehingga kesannya tidak seimbang antara pendidikan ideologi dan pendidikan manajemen. Efeknya koperasi berubah semata-mata menjadi mesin uang, anggota tidak tahu apa-apa yang penting tiap tahun dapat SHU dari koperasi.
Pendidikan manajemen koperasi ini penting agar koperasi bisa berjalan tertata, pengelolaan keuangannya jelas, pengelolaan tenaga kerjanya sesuai peraturan ketenagakerjaan, pengelolaan usahanya profesional. Manajemen koperasi yang baik diperlukan agar koperasi bisa sustainable, bertahan dalam jangka waktu lama, bisa bersaing dengan badan usaha lain, bisa menjadi besar. Tanpa adanya manajemen yang rapih, koperasi akan bertahan pada level usaha kecil dan menengah, sulit untuk masuk ke level usaha besar. Ini didapat tentunya dengan adanya pendidikan manajemen koperasi. Dengan mendidikn pengurus dan pengelolanya untuk lebih kompeten di bidang manajemen, keuangan, akuntansi, pajak, ketenagakerjaan, human development, product development, business process, dan sebagainya. Manajemen koperasi disini tidak banyak berbeda dengan manajemen perusahaan pada umumnya
Siapa saja yang perlu di didik di koperasi itu? Semuanya, mulai dari anggota, pengawas, pengurus, pengelola, karyawan koperasi. Tentunya dengan porsi dan kepentingannya masing-masing. Anggota misalnya tidak perlu di didik di ikutkan pelatihan akuntansi, sementara pengawas wajib di ikutkan pelatihan auditing. Disini pengurus punya kewajiban melakukan training need analysis setiap tahun. Siapa saja yang perlu ikut pelatihan apa, kapan dan berapa biayanya, apa tujuan yang hendak dicapai dari hasil pelatihan tersebut. Bahkan program kerja bakti pun bisa masuk ke dalam agenda pelatihan sebagai sarana untuk mendidik sikap gotong royong anggota.
Pendidikan adalah pekerjaan yang tak mengenal kata berhenti selama koperasi berdiri. Pendidikan adalah belajar, dan belajar itu prosesnya dari mulai ayunan hingga menjelang menghembuskan nafas terakhir. Belajar adalah never ending activities, pendidikan adalah proses yang harus dilakukan terus-menerus. Ilmu itu luas, semakin kita tahu suatu hal semakin kita juga tahu ada lebih banyak hal yang tidak kita ketahui. Belajar itu membuka mata, memperluas pandangan, dan itulah hal yang pertama dibutuhkan untuk melakukan suatu perubahan ke arah yang lebih baik. Pendidikan koperasi pun tidak mengenal kata berhenti, masih banyak yang kurang yang perlu diperbaiki dari koperasi kita, jalan utamanya adalah melalui pendidikan koperasi.
Lantas apa hasil dari pendidikan koperasi? Dalam jangka panjang saya yakin akan berpengaruh terhadap profit koperas dan secara umum manfaat lain yang diterima anggota, baik yang bersifat finansial maupun non finansial. Meskipun tujuan pendidikan itu sendiri tidak bisa diukur dalam satuan mata uang. Tujuan pendidikan terasa ketika sikap orang-orang yang ada di koperasi berubah menjadi lebih baik. Dalam jangka pendek mungkin tidak terlalu terasa dampaknya, tapi teruslah dilakukan pendidikan itu dengan penuh keyakinan bahwa pendidikan itu perlu dan harus. Bahkan menunggu hasil dari pendidikan itu sendiri adalah didikan membentuk sifat sabar. Alokasikan sumber daya yang cukup untuk maksud pendidikan koperasi. Jangan sampai koperasi seperti mayat hidup, berjalan tanpa jiwa. Hanya memikirkan profit tanpa ada perhatian terhadap pendidikan.
Jadilah koperasi yang benar-benar koperasi. Koperasi yang mendidik, bukan sekedar koperasi yang mencari untung. Mendidik seluruh komponen yang ada di koperasi, mendidik anggota dan masyarakat. Tidak hanya mendidik pikiran, terlebih penting mendidik hati dan perilaku. Sabar menunggu hasil dari didikan tersebut.
Koperasi Sebagai Benteng Budaya Konsumerisme
Ada salah kaprah di masyarakat kita, yaitu bahwa kehadiran koperasi adalah sarana untuk meminjam, bukan menyimpan. Ini berkebalikan dengan apa yang dengan lantang disuarakan oleh Bapak Koperasi Indonesia. Bung Hatta dalam pidatonya berpesan 'Koperasi melakukan jual-beli dengan kontan. Karena itu anggota-anggota koperasi lambat laun terdidik supaya jangan hidup lebih besar dari kemampuan dan pendapatan. Apabila orang ingin akan sesuatu barang yang mahal, ia harus menyimpan lebih dahulu, sampai terkumpul yang pembelinya. Dengan begitu orang terpelihara dari daya-penarik beli-sewa, yang sering kali menyebabkan orang berutang.' Silakan Anda cerna sendiri kalimat Bung Hatta barusan. Saat ini bahkan ada koperasi yang menggiatkan anggotanya untuk meminjam, untuk membeli barang secara kredit. Saat ini anggota koperasi lebih bernafsu untuk meminjam daripada menyimpan, bahkan ada koperasi yang baru berdiri yang modalnya habis duluan untuk dipinjamkan kepada anggota. Kalau begini, dimana ideologi koperasi yang dulu diperjuangkan mati-matian oleh Bung Hatta? Atau sedari awal kita membentuk koperasi, kita sudah tidak peduli lagi dengan ideologi, yang kita pedulikan hanya bisnis, bisnis dan bisnis.
Sekali lagi saya tegaskan, apa yang sudah diucapkan oleh Bung Hatta lebih dari 50 tahun lalu, koperasi bukan hanya sebagai sarana berbisnis dan berdagang. Koperasi terlebih lagi merupakan sarana pendidikan bagi segenap masyarakat, baik yang di desa maupun yang di kota, baik itu buruh di pabrik atau mahasiswa di kampus. Apa yang dididik? Sifat dan jiwanya. Koperasi mengajari manusia untuk bertanggung jawab terhadap dirinya dan masyarakatnya. Salah satu bentuk tanggung jawab terhadap diri sendiri dan masyarakat adalah dengan jalan memenuhi KEBUTUHAN HIDUP secara mandiri, baik secara perorangan maupun kelompok. Mengapa KEBUTUHAN HIDUP saya tulis dalam huruf kapital, karena koperasi memperjuangkan KEBUTUHAN HIDUP, sandang, pangan, papan, dan pendidikan, BUKAN KEINGINAN HIDUP. Zaman sekarang buruh berutang ke koperasi untuk membeli handphone keluaran terbaru, padahal ia masih tinggal di kontrakan. Padahal jauh lebih bijak jika uang yang digunakan untuk mencicil handphone tersebut disimpan di koperasi untuk uang muka mengambil rumah sederhana.
Koperasi jangan mau dikatakan pelit jika tak mau meminjamkan uang untuk keperluan konsumtif. Justru koperasi harus selektif dalam meminjamkan uang, kalau perlu diwawancara dulu untuk apa keperluan meminjam uang. Disinilah peran koperasi yang sebenarnya, sebagai sarana pendidikan bagi anggota untuk tidak bersikap konsumtif. Di tengah gencarnya godaan media untuk membeli berbagai macam barang yang bukan kebutuhan pokok, koperasi dapat menjadi jangkar bagi masyarakat untuk tidak terhanyut dalam budaya konsumerisme. Seberapa banyak saudara-saudara kita yang belum punya tabungan pendidikan untuk anaknya tapi sudah punya beban cicilan mobil. Menjadi hal yang ironis bahwa sesuatu yang primer, pokok, terkalahkan oleh sesuatu yang sekunder, bahkan tertier. Seberapa banyak saudara-saudara kita yang tidak sanggup menabung tiga ratus ribu per bulan tapi sanggup membeli rokok sebungkus tiap hari, yang harga sebungkusnya lebih dari sepuluh ribu.
Peran koperasi bukan hanya sekedar bagi-bagi SHU tiap tahun. Peran koperasi yang jauh lebih penting adalah untuk mendidik anggota. Mengajarkan anggota untuk senantiasa menabung dan tidak terlampau konsumtif.
Sekali lagi saya tegaskan, apa yang sudah diucapkan oleh Bung Hatta lebih dari 50 tahun lalu, koperasi bukan hanya sebagai sarana berbisnis dan berdagang. Koperasi terlebih lagi merupakan sarana pendidikan bagi segenap masyarakat, baik yang di desa maupun yang di kota, baik itu buruh di pabrik atau mahasiswa di kampus. Apa yang dididik? Sifat dan jiwanya. Koperasi mengajari manusia untuk bertanggung jawab terhadap dirinya dan masyarakatnya. Salah satu bentuk tanggung jawab terhadap diri sendiri dan masyarakat adalah dengan jalan memenuhi KEBUTUHAN HIDUP secara mandiri, baik secara perorangan maupun kelompok. Mengapa KEBUTUHAN HIDUP saya tulis dalam huruf kapital, karena koperasi memperjuangkan KEBUTUHAN HIDUP, sandang, pangan, papan, dan pendidikan, BUKAN KEINGINAN HIDUP. Zaman sekarang buruh berutang ke koperasi untuk membeli handphone keluaran terbaru, padahal ia masih tinggal di kontrakan. Padahal jauh lebih bijak jika uang yang digunakan untuk mencicil handphone tersebut disimpan di koperasi untuk uang muka mengambil rumah sederhana.
Koperasi jangan mau dikatakan pelit jika tak mau meminjamkan uang untuk keperluan konsumtif. Justru koperasi harus selektif dalam meminjamkan uang, kalau perlu diwawancara dulu untuk apa keperluan meminjam uang. Disinilah peran koperasi yang sebenarnya, sebagai sarana pendidikan bagi anggota untuk tidak bersikap konsumtif. Di tengah gencarnya godaan media untuk membeli berbagai macam barang yang bukan kebutuhan pokok, koperasi dapat menjadi jangkar bagi masyarakat untuk tidak terhanyut dalam budaya konsumerisme. Seberapa banyak saudara-saudara kita yang belum punya tabungan pendidikan untuk anaknya tapi sudah punya beban cicilan mobil. Menjadi hal yang ironis bahwa sesuatu yang primer, pokok, terkalahkan oleh sesuatu yang sekunder, bahkan tertier. Seberapa banyak saudara-saudara kita yang tidak sanggup menabung tiga ratus ribu per bulan tapi sanggup membeli rokok sebungkus tiap hari, yang harga sebungkusnya lebih dari sepuluh ribu.
Peran koperasi bukan hanya sekedar bagi-bagi SHU tiap tahun. Peran koperasi yang jauh lebih penting adalah untuk mendidik anggota. Mengajarkan anggota untuk senantiasa menabung dan tidak terlampau konsumtif.
Orang Tua di Koperasi
Coba deh Anda sekali-kali berkunjung ke Dinas Koperasi Kabupaten atau Kota setempat, atau ke Dekopinda. Orang dengan range umur berapa yang Anda temui disana? Saya berani jamin, 90% ke atas adalah orang-orang yang usianya 40 bahkan 50 tahun ke atas. Mengapa orang-orang yang ditugaskan untuk menjadi fasilitator dan katalisator gerakan koperasi adalah orang-orang tua. Kemana orang mudanya? Mungkin orang-orang mudanya sibuk mencari kerja dan berkarir di perusahaan swasta yang bisa menggaji mereka lebih baik. Bagi orang-orang muda, persepsinya terhadap koperasi adalah 'kerja di koperasi ga da duitnya', dan memang begitu kenyataannya. Kerja di koperasi saat ini memang tidak banyak duitnya. Tapi ada satu hal di koperasi yang lebih mahal dari uang, yaitu pengabdian.
Dalam tulisan ini saya tidak membahas mengenai 'yang muda', saya mau membahas 'yang tua'. Orang tua itu identik dengan lebih banyak pengalaman, lebih bijak, lebih matang. Dan beberapa orang tua memang seperti itu, juga ada yang tidak begitu. Orang tua juga identik dengan lamban, kolot, sulit belajar dan menerima hal baru. Ada sedikit orang tua yang masih cekatan, terbuka, dan masih mau banyak belajar mengenai hal-hal baru, tapi itu sedikit sekali. Lantas, orang-orang tua yang ada di Dinas Koperasi dan Dekopin itu orang tua yang seperti apa? Saya tidak bisa mengeneralisir, silakan Anda berkunjung, lihat, dan nilai sendiri. Kalau saya boleh mengkategorikan orang tua yang ada di Dinas Koperasi dan Dekopin, saya akan mengkategorikannya ke dalam dua kelompok. Pertama, mereka yang ada disana untuk mengabdi. Kedua, mereka yang ada disana karena terbuang.
Mereka yang ada untuk mengabdi
Adalah mereka yang punya banyak pengalaman dan tidak ragu membagi pengalamannya kepada orang yang lebih muda. Orang tua seperti ini banyak membimbing, berbagi ilmu, bercerita tentang pengalamannya. Berharap agar orang muda belajar dari pengalamannya, tidak jatuh pada kesalahan yang sama. Mereka sadar bahwa gerak mereka tidak secepat dulu, bahwa orang muda punya langkah yang lebih cepat dan panjang dibanding dirinya, karenanya mereka membiarkan orang muda memimpin dan berada di depan. Orang tua seperti ini tidak mempertahankan yang lama jika ada hal baru yang membuat segala sesuatunya lebih baik. Yang dipikirkan orang tua ini adalah bagaimana menghabiskan sisa usianya untuk mengabdi dan berbagi. Sadar bahwa masa kekuasaan dan zaman keemasannya sudah berakhir, dan karenanya tidak lagi punya hasrat untuk selalu dihormati, justru karakteristik itulah yang membuat mereka terhormat hingga akhir hayat. Berhadapan dengan orang tua yang seperti ini membuat kita berujar dalam hati 'Saya ingin menjadi seperti beliau ketika tua nanti'.
Mereka yang ada karena terbuang
Seringkali koperasi menjadi tempat buangan orang-orang yang sudah pensiun, atau mereka yang dinilai tidak punya kompetensi. Mereka ini adalah orang tua yang kerjanya lebih banyak mengeluh dan bergosip. Mengeluh menyalahkan pemerintah atau apapun di luar diri mereka atas masa tua mereka yang kurang sejahtera. Bergosip mengenai apapun yang ada di TV. Tidak banyak ilmu dan pengalaman yang bisa ditimba dari orang tua ini, karena memang mereka tidak punya banyak. Jangan coba-coba bertanya 'Karya terhebat apa yang pernah bapak/ibu hasilkan?' Karena itu hanya akan menyinggung mereka. Hawa yang terasa ketika berada di dekatnya adalah hawa negatif berikut kepulan asap rokok. Yang diceritakan biasanya adalah masa-masa kejayaan mereka dulu yang sebenarnya tidak seberapa. Kalau orang tua model ini memiliki jabatan, mereka sombong dengan jabatannya. Kalau tidak punya jabatan, mereka minder dan berkeluh kesah. Yang tersisa dari orang tua seperti ini adalah kehampaan dan status quo. Sisi positifnya, bertemu dengan orang tua model ini kita jadi teringat untuk berdoa 'Ya Allah, jangan jadikan masa tua ku seperti ini'
Saya rindu orang tua yang tipe pertama dan ingin menjadi seperti itu kelak. Selama badan dan pikiran ini sehat insyaallah saya akan mengabdi untuk gerakan koperasi Indonesia.
Dalam tulisan ini saya tidak membahas mengenai 'yang muda', saya mau membahas 'yang tua'. Orang tua itu identik dengan lebih banyak pengalaman, lebih bijak, lebih matang. Dan beberapa orang tua memang seperti itu, juga ada yang tidak begitu. Orang tua juga identik dengan lamban, kolot, sulit belajar dan menerima hal baru. Ada sedikit orang tua yang masih cekatan, terbuka, dan masih mau banyak belajar mengenai hal-hal baru, tapi itu sedikit sekali. Lantas, orang-orang tua yang ada di Dinas Koperasi dan Dekopin itu orang tua yang seperti apa? Saya tidak bisa mengeneralisir, silakan Anda berkunjung, lihat, dan nilai sendiri. Kalau saya boleh mengkategorikan orang tua yang ada di Dinas Koperasi dan Dekopin, saya akan mengkategorikannya ke dalam dua kelompok. Pertama, mereka yang ada disana untuk mengabdi. Kedua, mereka yang ada disana karena terbuang.
Mereka yang ada untuk mengabdi
Adalah mereka yang punya banyak pengalaman dan tidak ragu membagi pengalamannya kepada orang yang lebih muda. Orang tua seperti ini banyak membimbing, berbagi ilmu, bercerita tentang pengalamannya. Berharap agar orang muda belajar dari pengalamannya, tidak jatuh pada kesalahan yang sama. Mereka sadar bahwa gerak mereka tidak secepat dulu, bahwa orang muda punya langkah yang lebih cepat dan panjang dibanding dirinya, karenanya mereka membiarkan orang muda memimpin dan berada di depan. Orang tua seperti ini tidak mempertahankan yang lama jika ada hal baru yang membuat segala sesuatunya lebih baik. Yang dipikirkan orang tua ini adalah bagaimana menghabiskan sisa usianya untuk mengabdi dan berbagi. Sadar bahwa masa kekuasaan dan zaman keemasannya sudah berakhir, dan karenanya tidak lagi punya hasrat untuk selalu dihormati, justru karakteristik itulah yang membuat mereka terhormat hingga akhir hayat. Berhadapan dengan orang tua yang seperti ini membuat kita berujar dalam hati 'Saya ingin menjadi seperti beliau ketika tua nanti'.
Mereka yang ada karena terbuang
Seringkali koperasi menjadi tempat buangan orang-orang yang sudah pensiun, atau mereka yang dinilai tidak punya kompetensi. Mereka ini adalah orang tua yang kerjanya lebih banyak mengeluh dan bergosip. Mengeluh menyalahkan pemerintah atau apapun di luar diri mereka atas masa tua mereka yang kurang sejahtera. Bergosip mengenai apapun yang ada di TV. Tidak banyak ilmu dan pengalaman yang bisa ditimba dari orang tua ini, karena memang mereka tidak punya banyak. Jangan coba-coba bertanya 'Karya terhebat apa yang pernah bapak/ibu hasilkan?' Karena itu hanya akan menyinggung mereka. Hawa yang terasa ketika berada di dekatnya adalah hawa negatif berikut kepulan asap rokok. Yang diceritakan biasanya adalah masa-masa kejayaan mereka dulu yang sebenarnya tidak seberapa. Kalau orang tua model ini memiliki jabatan, mereka sombong dengan jabatannya. Kalau tidak punya jabatan, mereka minder dan berkeluh kesah. Yang tersisa dari orang tua seperti ini adalah kehampaan dan status quo. Sisi positifnya, bertemu dengan orang tua model ini kita jadi teringat untuk berdoa 'Ya Allah, jangan jadikan masa tua ku seperti ini'
Saya rindu orang tua yang tipe pertama dan ingin menjadi seperti itu kelak. Selama badan dan pikiran ini sehat insyaallah saya akan mengabdi untuk gerakan koperasi Indonesia.
Tag :
Koperasi Indonesia
SHU Sebagai Manfaat Tidak Langsung Koperasi
Saya ingin bercerita mengenai pengurus koperasi yang pusing tujuh keliling ketika SHU koperasinya turun dibanding tahun lalu. Tapi tidak pernah pusing ketika karyawan koperasi tidak diperbolehkan menjadi anggota koperasi. Saya ingin berbagi pengalaman tentang anggota koperasi yang protes karena SHUnya berkurang dibanding tahun lalu. Tapi tidak pernah protes ketika pengawas dan pengurus koperasi tidak menjalankan fungsinya dengan benar. Dua hal tersebut adalah yang riil terjadi dan mulai dianggap wajar. Ketika yang dikejar oleh anggota dan pengurus koperasi hanya profit, profit, dan profit. SHU, SHU, dan SHU. Saya katakan disini, bahwa fungsi koperasi adalah memberi manfaat bagi anggota dan masyarakat. Sementara SHU adalah manfaat TIDAK LANGSUNG yang HANYA DIRASAKAN ANGGOTA. Pernahkah Anda bertanya apa manfaat langsung koperasi yang bisa dirasakan baik oleh anggota maupun masyarakat yang bukan anggota? Kalau Anda tidak pernah bertanya hal itu, Anda tidak usah repot membaca tulisan ini sampai akhir. Karena pertanyaan menunjukkan kepedulian, barangsiapa tidak bertanya kemungkinan besar ia tidak peduli.
Manfaat langsung koperasi adalah pendidikan moril yang diberikan kepada anggotanya. Pendidikan moril berupa ahlak, saling menghargai, peduli, toleransi, gotong-royong, beranggung jawab, berdemokrasi, menyatakan pendapat. Tampak terlalu muluk-muluk bukan? Anda mungkin berpikir, 'berkoperasi kok sampe segitunya!`. Ya karena Anda tidak pernah berpikir sampai segitunya, sampai apa yang dipikirkan Bung Hatta. Yang dipikirkan Anda, yang dipikirkan kebanyakan kita ketika ikut koperasi adalah agar dapat SHU, benar kan? Kalau benar begitu, mulai sekarang buang jauh-jauh pemikiran yang dangkal itu. Lempar jauh-jauh motivasi mendapatkan SHU. Pendiri koperasi kita sudah benar ketika menamai SHU, Sisa Hasil Usaha. Karena SHU adalah memang sisa, intinya adalah pendidikan karakter. Jika karakter sudah baik maka organisasi akan membaik lantas SHU akan ikut meningkat. Bukankah ini tidak jauh beda dengan konsep Balanced Scorecard yang menyatakan aspek pembelajaran dan pertumbuhan merupakan penyebab dari meningkatnya aspek keuangan.
Manfaat langsung kedua dari koperasi adalah terpenuhinya kebutuhan anggota. KEBUTUHAN ANGGOTA bukan KEINGINAN ANGGOTA, karena kebutuhan itu sudah pasti sementara keinginan tidak ada batasnya. Bahkan Rasulullah bersabda bahwa tidak akan puas anak Adam jika ia memiliki satu lembah emas maka ia tetap akan menginginkan lembah emas yang kedua, sampai mulutnya disumpal oleh tanah (kubur). Koperasi adalah sarana untuk memenuhi kebutuhan, untuk fokus pada kebutuhan hidup. Lantas bagaimana jika kebutuhan hidup anggota telah dipenuhi oleh koperasi, apakah koperasi boleh menyelenggarakan sarana untuk memenuhi keinginan hidup anggota. Boleh saja, tapi perlu diingat, disekitar koperasi, di masyarakat masih ada orang-orang yang kebutuhan hidupnya belum terpenuhi. Jadi menurut pandangan saya, ketika suatu koperasi telah berhasil memenuhi kebutuhan hidup anggotanya, maka sudah waktunya bagi koperasi itu untuk memenuhi takdirnya memenuhi kebutuhan hidup masyarakat.
Bagi koperasi, mensejahterakan itu tidak berhenti pada anggota, namun terus hingga mensejahterakan masyarakat. Jika di PT, program CSR adalah sesuatu yang diwajibkan maka di koperasi program CSR justru adalah tujuan.
Manfaat langsung koperasi adalah pendidikan moril yang diberikan kepada anggotanya. Pendidikan moril berupa ahlak, saling menghargai, peduli, toleransi, gotong-royong, beranggung jawab, berdemokrasi, menyatakan pendapat. Tampak terlalu muluk-muluk bukan? Anda mungkin berpikir, 'berkoperasi kok sampe segitunya!`. Ya karena Anda tidak pernah berpikir sampai segitunya, sampai apa yang dipikirkan Bung Hatta. Yang dipikirkan Anda, yang dipikirkan kebanyakan kita ketika ikut koperasi adalah agar dapat SHU, benar kan? Kalau benar begitu, mulai sekarang buang jauh-jauh pemikiran yang dangkal itu. Lempar jauh-jauh motivasi mendapatkan SHU. Pendiri koperasi kita sudah benar ketika menamai SHU, Sisa Hasil Usaha. Karena SHU adalah memang sisa, intinya adalah pendidikan karakter. Jika karakter sudah baik maka organisasi akan membaik lantas SHU akan ikut meningkat. Bukankah ini tidak jauh beda dengan konsep Balanced Scorecard yang menyatakan aspek pembelajaran dan pertumbuhan merupakan penyebab dari meningkatnya aspek keuangan.
Manfaat langsung kedua dari koperasi adalah terpenuhinya kebutuhan anggota. KEBUTUHAN ANGGOTA bukan KEINGINAN ANGGOTA, karena kebutuhan itu sudah pasti sementara keinginan tidak ada batasnya. Bahkan Rasulullah bersabda bahwa tidak akan puas anak Adam jika ia memiliki satu lembah emas maka ia tetap akan menginginkan lembah emas yang kedua, sampai mulutnya disumpal oleh tanah (kubur). Koperasi adalah sarana untuk memenuhi kebutuhan, untuk fokus pada kebutuhan hidup. Lantas bagaimana jika kebutuhan hidup anggota telah dipenuhi oleh koperasi, apakah koperasi boleh menyelenggarakan sarana untuk memenuhi keinginan hidup anggota. Boleh saja, tapi perlu diingat, disekitar koperasi, di masyarakat masih ada orang-orang yang kebutuhan hidupnya belum terpenuhi. Jadi menurut pandangan saya, ketika suatu koperasi telah berhasil memenuhi kebutuhan hidup anggotanya, maka sudah waktunya bagi koperasi itu untuk memenuhi takdirnya memenuhi kebutuhan hidup masyarakat.
Bagi koperasi, mensejahterakan itu tidak berhenti pada anggota, namun terus hingga mensejahterakan masyarakat. Jika di PT, program CSR adalah sesuatu yang diwajibkan maka di koperasi program CSR justru adalah tujuan.
Kurangnya Edukasi terhadap Anggota Koperasi
Koperasi bukanlah kumpulan modal, koperasi adalah kumpulan orang. Dalam berkoperasi, simpanan yang diberikan anggota di koperasi adalah nomor dua. Yang terpenting adalah kontribusi dan kesadaran anggota kepada koperasi. Jika anggota hanya menaruh uang dan setelah itu tidak memedulikan bagaimana koperasi dikelola, tidak berkontribusi terhadap perkembangan koperasi, tidak bertransaksi dengan koperasi. Maka apa bedanya koperasi dengan badan usaha lainnya?
Mendidik anggota adalah tugas jangka panjang pengurus, tugas jangka panjang koperasi. Jangan sampai ada anggota yang tidak tahu apa hak dan kewajibannya. Dan tugas berat ini tidak bisa diemban oleh pengurus sendirian, perlu ada partisipasi aktif dari anggota koperasi untuk memunculkan kesadaran berkoperasi. Bahwa koperasi bukan sekedar bisnis, meskipun bisnis meerupakan bagian tak terpisahkan dari koperasi. Bahwa prinsip, falsafah dan tujuan koperasi itu lebih penting dibanding SHU yang didapatkan anggota setiap tahunnya.
Jangan sampai anggota koperasi hanya terpaku pada tujuan mensejahterakan anggota, padahal anggota sudah sejahtera. Dan lupa terhadap tujuan koperasi lainnya yaitu mensejahterakan masyarakat dan turut membangun tataran perekonomian yang adil, makmur, dan sejahtera. Di kebanyakan koperasi, terutama di koperasi karyawan, karena saya bekerja di koperasi tersebut. Yang dipedulikan anggota adalah SHU di awal tahun. Sungguh miris, koperasi seperti sapi perah. Di perah manfaatnya hanya untuk anggota. Masih mending jika anggota tersebut belum sejahtera, kalau anggotanya sudah sejahtera. Koperasi hanyalah berfungsi sebagai 'investasi yang menguntungkan'.
Adalagi kisah miris terkait pemahaman anggota terhadap koperasi. Menjadi kebenaran umum bahwa pengurus melakukan segala bentuk promosi untuk memancing anggota agar mau hadir dalam Rapat Anggota Tahunan (RAT), pancingan itu bisa berupa door prize, uang duduk, kupon belanja, dan lain-lain. Akan tetapi yang tadinya hanya diniatkan jadi pancingan, justru lama-kelamaan itu menjadi suatu keharusan dan menjadi tujuan utama anggota ikut RAT. Sampai ada kalimat yang terucap dari mulut anggota 'Buat apa ikut RAT! Ga da uang duduknya'. Jadi Anda anggota koperasi duduk dalam RAT hanya karena uang? Kalau begitu sebaiknya Anda mengundurkan diri saja dari anggota koperasi. Memalukan!
Kalau begitu niatnya, jangan bentuk koperasi, bentuk saja PT. Anda sebagai pemilik tidak harus hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), tinggal tunjuk komisaris. Anda sebagai pemilik tinggal ongkang-ongkang kaki di rumah tunggu uang deviden di transfer ke rekening Anda. Jadi buat apa repot-repot membentuk koperasi jika tujuannya hanya seperti itu. Apalagi di zaman sekarang, anggapan orang banyak adalah koperasi harus bisa bersaing dengan PT, karenanya koperasi juga harus bisa menggenjot keuntungan sebesar-besarnya. Bukan disitu ranah perjuangan koperasi. Ranah perjuangan koperasi bukan hanya untuk mensejahterakan pemiliknya, namun juga masyarakat secara umum.
Lantas apa yang perlu di edukasi kepada anggota? Yang pertama adalah pemahamannya terhadap koperasi. Untuk apa berkoperasi, tujuan koperasi, apa hak dan kewajiban anggota. Kedua adalah sikap, yaitu :
1. Saling menghormati
Di koperasi dimana satu orang punya satu suara. Setiap orang berhak mengemukakan pendapat. Di koperasi karyawan misalnya, hak suara seorang manajer sama dengan hak suara seorang office boy. Suara keduaya harus sama-sama didengar. Keduanya harus diberi hak yang sama untuk menemukakan pendapat. Pendapat siapapun, terlepas dari jabatan atau golongan ekonominya, haruslah dihormati. Karena bukankah itu yang dulu kita pelajari semasa SD, menghormati orang lain.
2. Peduli
Tujuan koperasi dibentuk bukan hanya untuk anggota, akan tetapi tujuannya juga untuk masyarakat. Koperasi tidak cukup hanya mengeluarkan dana sosial seperti membayar sedekah. Harus ada upaya untuk membangun perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Kepedulian itu tidak hanya berbentuk uang, bisa berbentuk kerja, waktu dan pemikiran. Juga bukan hanya pengurus yang punya tanggung jawab membangun ekonomi masyarakat, anggota pun punya tanggung jawab yang sama. Misalnya, anggota mengadakan baksos di daerah kurang mampu, mengadakan gotong royong di lingkungan yang kumuh, kalau anggotanya cerdas-cerdas maka bisa melakukan penyuluhan, pendidikan gratis, dan sebagainya. Itu semua adalah bentuk kepedulian koperasi terhadap masyarakat. Bentuk kepedulian anggota untuk mensejahterakan masyarakat.
3. Gotong royong
Apalah koperasi tanpa gotong royong, tidak akan ada, bangkrut. Bantu-membantu, bahu-membahu, itulah koperasi. Usaha yang didirikan dan dikelola bersama-sama. Jika anggota menyerahkan semua persoalan kepada pengurus, dan hanya mau tahu beres. Itu namanya korporasi, bukan koperasi. Di koperasi semua bekerja, semua berkontribusi, semua berpikir. Seperti layaknya beragama, agama tidak akan hidup jika yang diserahkan untuk menghidupkan agama hanya para ulama, kyai, dan ustadz. Agama agar hidup harus dihidupkan pula oleh segenap pemeluknya tanpa memandang status, jabatan dan kekayaan. Begitu pun koperasi dihidupkan oleh anggotanya secara gotong-royong.
Siapa yang bertanggung jawab mengedukasi anggota? Apakah pengurus? Kembali lagi pada perumapaan tentang agama. Siapa yang bertugas menyebarkan agama? Para Nabi dan Rasul? Jika begitu, siapa yang menyebarkan agama di Indonesia? Padahal di Indonesia tidak turun Nabi dan Rasul. Jawabannya adalah seluruh pengikut Nabi Muhammad punya kewajiban menyebarkan agama, karenanya Islam yang tadinya dibawa dari timur tengah bisa sampai ke Indonesia, melalui perantaraan orang-orang biasa, para pedagang. Begitu pun di koperasi, yang punya tanggung jawab mendidik anggota memang utamanya terletak di pundak pengurus, namun tidak bisa diserahkan sepenuhnya kepada pengurus. Anggota pun harus ikut serta mengedukasi sesamanya. Anggota yang sudah lebih paham membimbing anggota lain yang kurang paham. Anggota yang sudah tahu memberi tahu anggota yang belum tahu.
Koperasi punya yang namanya dana pendidikan, tapi belum banyak yang paham filosofi dari adanya alokasi dana pendidikan. Ada koperasi besar yang dana pendidikannya 5% dari SHU yang didapat tiap tahunnya. Karena tidak tahu dana pendidikan ini mau dibuat apa, maka dana pendidikan yang 5% ini dibagi secara tunai kepada anggota dengan nama 'tunjangan pendidikan', padahal tahu sama tahu uang tersebut untuk keperluan konsumtif. Dana pendidikan adalah untuk pendidikan seluruh komponen koperasi; Pengawas, pengurus, pengelola, karyawan, sampai anggota. Memanggil pembicara yang berpengalaman di dunia perkoperasian, memanggil motivator, memanggil penceramah, untuk itulah sebenarnya alokasi dana pendidikan. Untuk membangun sikap, budi pekerti, knowledge dan skill. Bukan untuk dibagikan tunai!
Program kerja yang jarang sekali diagendakan oleh pengurus koperasi adalah menseleksi anggota-anggota potensial yang bisa dididik sebagai kader-kader koperasi. Mereka inilah yang akan jadi provokator bagi para anggota lainnya untuk lebih berperan aktif di koperasi, mereka adalah teladan atas sikap-sikap yang harus ditunjukkan seorang anggota koperasi. Kader-kader koperasi ini baru bisa diberikan tunjangan pendidikan, untuk memotivasi mereka belajar dan mengajar. Belajar mengenai koperasi dan mengajarkannya kepada anggota yang lainnya. Dengan adanya kader-kader koperasi seperti ini tugas pengurus akan lebih mudah, dari orang ke orang, seperti direct selling.
Intinya mengedukasi anggota adalah menyadarkan anggota akan perannya sebagai pemilik sekaligus pengguna jasa koperasi. Membentuk sikap dan budi pekerti yang sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip koperasi. Koperasi bisa jadi sekolah kedua bagi kita-kita yang sudah menyelesaikan sekolah atau kuliah. Di koperasi bisa jadi kita belajar apa yang tidak dipelajari di pendidikan formal. Koperasi tanpa pendidikan anggota = stagnan. Koperasi yang mengabaikan pendidikan kepada anggota = Koperasi ecek-ecek.
Mendidik anggota adalah tugas jangka panjang pengurus, tugas jangka panjang koperasi. Jangan sampai ada anggota yang tidak tahu apa hak dan kewajibannya. Dan tugas berat ini tidak bisa diemban oleh pengurus sendirian, perlu ada partisipasi aktif dari anggota koperasi untuk memunculkan kesadaran berkoperasi. Bahwa koperasi bukan sekedar bisnis, meskipun bisnis meerupakan bagian tak terpisahkan dari koperasi. Bahwa prinsip, falsafah dan tujuan koperasi itu lebih penting dibanding SHU yang didapatkan anggota setiap tahunnya.
Jangan sampai anggota koperasi hanya terpaku pada tujuan mensejahterakan anggota, padahal anggota sudah sejahtera. Dan lupa terhadap tujuan koperasi lainnya yaitu mensejahterakan masyarakat dan turut membangun tataran perekonomian yang adil, makmur, dan sejahtera. Di kebanyakan koperasi, terutama di koperasi karyawan, karena saya bekerja di koperasi tersebut. Yang dipedulikan anggota adalah SHU di awal tahun. Sungguh miris, koperasi seperti sapi perah. Di perah manfaatnya hanya untuk anggota. Masih mending jika anggota tersebut belum sejahtera, kalau anggotanya sudah sejahtera. Koperasi hanyalah berfungsi sebagai 'investasi yang menguntungkan'.
Adalagi kisah miris terkait pemahaman anggota terhadap koperasi. Menjadi kebenaran umum bahwa pengurus melakukan segala bentuk promosi untuk memancing anggota agar mau hadir dalam Rapat Anggota Tahunan (RAT), pancingan itu bisa berupa door prize, uang duduk, kupon belanja, dan lain-lain. Akan tetapi yang tadinya hanya diniatkan jadi pancingan, justru lama-kelamaan itu menjadi suatu keharusan dan menjadi tujuan utama anggota ikut RAT. Sampai ada kalimat yang terucap dari mulut anggota 'Buat apa ikut RAT! Ga da uang duduknya'. Jadi Anda anggota koperasi duduk dalam RAT hanya karena uang? Kalau begitu sebaiknya Anda mengundurkan diri saja dari anggota koperasi. Memalukan!
Kalau begitu niatnya, jangan bentuk koperasi, bentuk saja PT. Anda sebagai pemilik tidak harus hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), tinggal tunjuk komisaris. Anda sebagai pemilik tinggal ongkang-ongkang kaki di rumah tunggu uang deviden di transfer ke rekening Anda. Jadi buat apa repot-repot membentuk koperasi jika tujuannya hanya seperti itu. Apalagi di zaman sekarang, anggapan orang banyak adalah koperasi harus bisa bersaing dengan PT, karenanya koperasi juga harus bisa menggenjot keuntungan sebesar-besarnya. Bukan disitu ranah perjuangan koperasi. Ranah perjuangan koperasi bukan hanya untuk mensejahterakan pemiliknya, namun juga masyarakat secara umum.
Lantas apa yang perlu di edukasi kepada anggota? Yang pertama adalah pemahamannya terhadap koperasi. Untuk apa berkoperasi, tujuan koperasi, apa hak dan kewajiban anggota. Kedua adalah sikap, yaitu :
1. Saling menghormati
Di koperasi dimana satu orang punya satu suara. Setiap orang berhak mengemukakan pendapat. Di koperasi karyawan misalnya, hak suara seorang manajer sama dengan hak suara seorang office boy. Suara keduaya harus sama-sama didengar. Keduanya harus diberi hak yang sama untuk menemukakan pendapat. Pendapat siapapun, terlepas dari jabatan atau golongan ekonominya, haruslah dihormati. Karena bukankah itu yang dulu kita pelajari semasa SD, menghormati orang lain.
2. Peduli
Tujuan koperasi dibentuk bukan hanya untuk anggota, akan tetapi tujuannya juga untuk masyarakat. Koperasi tidak cukup hanya mengeluarkan dana sosial seperti membayar sedekah. Harus ada upaya untuk membangun perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Kepedulian itu tidak hanya berbentuk uang, bisa berbentuk kerja, waktu dan pemikiran. Juga bukan hanya pengurus yang punya tanggung jawab membangun ekonomi masyarakat, anggota pun punya tanggung jawab yang sama. Misalnya, anggota mengadakan baksos di daerah kurang mampu, mengadakan gotong royong di lingkungan yang kumuh, kalau anggotanya cerdas-cerdas maka bisa melakukan penyuluhan, pendidikan gratis, dan sebagainya. Itu semua adalah bentuk kepedulian koperasi terhadap masyarakat. Bentuk kepedulian anggota untuk mensejahterakan masyarakat.
3. Gotong royong
Apalah koperasi tanpa gotong royong, tidak akan ada, bangkrut. Bantu-membantu, bahu-membahu, itulah koperasi. Usaha yang didirikan dan dikelola bersama-sama. Jika anggota menyerahkan semua persoalan kepada pengurus, dan hanya mau tahu beres. Itu namanya korporasi, bukan koperasi. Di koperasi semua bekerja, semua berkontribusi, semua berpikir. Seperti layaknya beragama, agama tidak akan hidup jika yang diserahkan untuk menghidupkan agama hanya para ulama, kyai, dan ustadz. Agama agar hidup harus dihidupkan pula oleh segenap pemeluknya tanpa memandang status, jabatan dan kekayaan. Begitu pun koperasi dihidupkan oleh anggotanya secara gotong-royong.
Siapa yang bertanggung jawab mengedukasi anggota? Apakah pengurus? Kembali lagi pada perumapaan tentang agama. Siapa yang bertugas menyebarkan agama? Para Nabi dan Rasul? Jika begitu, siapa yang menyebarkan agama di Indonesia? Padahal di Indonesia tidak turun Nabi dan Rasul. Jawabannya adalah seluruh pengikut Nabi Muhammad punya kewajiban menyebarkan agama, karenanya Islam yang tadinya dibawa dari timur tengah bisa sampai ke Indonesia, melalui perantaraan orang-orang biasa, para pedagang. Begitu pun di koperasi, yang punya tanggung jawab mendidik anggota memang utamanya terletak di pundak pengurus, namun tidak bisa diserahkan sepenuhnya kepada pengurus. Anggota pun harus ikut serta mengedukasi sesamanya. Anggota yang sudah lebih paham membimbing anggota lain yang kurang paham. Anggota yang sudah tahu memberi tahu anggota yang belum tahu.
Koperasi punya yang namanya dana pendidikan, tapi belum banyak yang paham filosofi dari adanya alokasi dana pendidikan. Ada koperasi besar yang dana pendidikannya 5% dari SHU yang didapat tiap tahunnya. Karena tidak tahu dana pendidikan ini mau dibuat apa, maka dana pendidikan yang 5% ini dibagi secara tunai kepada anggota dengan nama 'tunjangan pendidikan', padahal tahu sama tahu uang tersebut untuk keperluan konsumtif. Dana pendidikan adalah untuk pendidikan seluruh komponen koperasi; Pengawas, pengurus, pengelola, karyawan, sampai anggota. Memanggil pembicara yang berpengalaman di dunia perkoperasian, memanggil motivator, memanggil penceramah, untuk itulah sebenarnya alokasi dana pendidikan. Untuk membangun sikap, budi pekerti, knowledge dan skill. Bukan untuk dibagikan tunai!
Program kerja yang jarang sekali diagendakan oleh pengurus koperasi adalah menseleksi anggota-anggota potensial yang bisa dididik sebagai kader-kader koperasi. Mereka inilah yang akan jadi provokator bagi para anggota lainnya untuk lebih berperan aktif di koperasi, mereka adalah teladan atas sikap-sikap yang harus ditunjukkan seorang anggota koperasi. Kader-kader koperasi ini baru bisa diberikan tunjangan pendidikan, untuk memotivasi mereka belajar dan mengajar. Belajar mengenai koperasi dan mengajarkannya kepada anggota yang lainnya. Dengan adanya kader-kader koperasi seperti ini tugas pengurus akan lebih mudah, dari orang ke orang, seperti direct selling.
Intinya mengedukasi anggota adalah menyadarkan anggota akan perannya sebagai pemilik sekaligus pengguna jasa koperasi. Membentuk sikap dan budi pekerti yang sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip koperasi. Koperasi bisa jadi sekolah kedua bagi kita-kita yang sudah menyelesaikan sekolah atau kuliah. Di koperasi bisa jadi kita belajar apa yang tidak dipelajari di pendidikan formal. Koperasi tanpa pendidikan anggota = stagnan. Koperasi yang mengabaikan pendidikan kepada anggota = Koperasi ecek-ecek.
kontributor : Rizki Ardi
Jangan Jadi Pengawas Koperasi yang Ecek-Ecek
Fungsi pengawas dalam koperasi merupakan salah satu fungsi penting di koperasi, sampai harus dicantumkan dalam undang-undang perkoperasian. Sayangnya fungsi pengawas di banyak koperasi belum terlalu optimal, bahkan ada yang tidak berjalan sama sekali.
Mengawasi koperasi bukan hanya mengawasi hasil pengelolaan koperasi di akhir tahun. Mengawasi koperasi berarti mengawasi proses (bukan sekedar hasil) pengeloaan koperasi sepanjang tahun. Anggapan yang salah jika pengawas menemukan banyak temuan di akhhir tahun maka pengawas telah melakkan pekerjaannya dengan baik. Justru sebaliknya, pengawas yang seperti itu tidak lain seperti oknum polisi yang bersembunyi menunggu pelanggar lalu lintas. Pengawas yang baik adalah pengawas yang dapat mengantisipasi penyelewengan, penyalahgunaan di koperasi jauh-jauh hari sebelum penyelewengan itu terjadi.
Seringkali pengawas bukanlah orang yang mempunyai keahlian untuk mengawasi, tidak punya keahlian auditing. Kurang bisa memprediksi dan membaca kejanggalan yang ada di organisasi. Mungkin pengawas dipilih karena kejujuran dan integritasnya, namun itu saja tidak cukup. Perlu dibarengi dengan kemampuan. Karenanya tidak mengapa jika pengawas mempekerjakan tenaga ahli di bidang pemeriksaan dan auditing untuk mengawasi koperasi. Tenaga ahli yang dipekerjakan bisa bersifat sewaktu-waktu, setiap beberapa bulan sekali. Dan bisa menggunakan jasa auditor atau konsultan. Atau mengangkat staf khusus dewan pengawas yang ditugaskan memonitor jalannya koperasi, day by day.
Struktur koperasi disusun sedemikian rupa, ada pengurus dan pengawas. Dua komponen ini yang satu sebagai pelaksana, dependent, berpikir in the box. Yang satu sebagai pengawas, independen, berpikir out of the box. Dengan adanya dua komponen ini yang bekerja optimal dan saling berkolaborasi, maka saya optimis koperasi berpeluang sangat besar untuk maju. Justru ide-ide bisa datang lebih banyak dari pengawas daripada pengurus atau pengelola. Mengapa? Karena pengurus dan pengelola sehari-hari sudah sibuk menghadapi rutinitas dan tantangan yang ada di dalam koperasi, tidak punya banyak waktu untuk mencari ide segar atau memandang dari perspektif berbeda. Sedangkan pengawas tidak punya beban tanggung jawab untuk melaksanakan, sehingga lebih punya keleluasaan dalam memandang koperasi dari berbagai perspektif. Boleh dikata pengawas bisa berperan sebagai bagian R&D (Research and Development) dari suatu koperasi.
Kapan pengawas harusnya mengawasi koperasi? Akhir tahun? Sudah tidak zaman. Mana bisa koperasi maju dan berkembang jika pengawasnya seperti itu. Sebaiknya pengawas yang seperti itu, yang aktif ketika akhir tahun saja, segera diganti tanpa menunggu masa jabatannya selesai. Koperasi perlu pengawas yang aktif, yang mengawasi koperasi secara rutin. Setiap bulan, setiap hari jika perlu. Sehingga penyimpangan-penyimpangan, bahkan baru indikasi dan gejala penyimpangan pun bisa diketahui tanpa harus menunggu koperasi mengalami kerugian. Tidak ada salahnya kan pengawas punya staf khusus yang bekerja satu kantor dengan pengurus dan pengelola koperasi. Staf tersebut berada langsung dibawah koordinasi dewan pengawas dan diberi delegasi serta wewenang untuk memeriksa hal-hal yang perlu dijaga.
Peran pengawas itu ibarat wasit dalam pertandingan sepak bola. Pengawas bukan penonton yang melihat pertandingan sepak bola dari bangku stadion. Pengawas adalah wasit yang berada di tengah lapangan, melihat secara dekat bagaimana permainan dijalankan. Mengikuti kemanapun bola menggelinding, berlari mengikuti bola. Lelah? Ya pasti, tapi memang itu tugasnya wasit, berlari kesana kemari, jangan jadi wasit jika malas berlari. Begitupun pengawas, harus aktif, mengikuti setiap kebijakan pengurus, mengawal setiap target yang ditentukan. Cape? Ya pasti, tapi memang itu tugasnya pengawas, matanya harus tajam, otaknya harus berputar, jangan jadi pengawas jika malas memutar otak.
Dan seperti wasit, meskipun berada di tengah lapangan, di tengah permainan. Keberadaannya tidak mengganggu permainan itu sendiri, tidak menghalangi kemana jatuhnya bola, tidak mengintervensi permainan selama dalam batas-batas aturan. Seperti itu juga pengawas, meskipun tugasnya mengawasi, jangan sampai mengganggu jalannya kerja pengurus, apalagi mengintervensi yang tidak perlu. Pengawas pun harus tahu batas-batasnya, mana yang boleh dan mana yang tidak boleh. Oleh karena itu pengawas pun harus mengerti manajemen, keuangan, akuntansi. Jangan sampai ada pengawas yang bertanya seperti ini. 'Itu kok akumulasi penyusutan aktiva nilainya negatif?'. Pengurus yang tidak paham manajemen, keuangan, apalagi akuntansi itu sama saja seperti wasit yang tidak mengerti peraturan sepak bola. Tidak usah menjadi wasit, jadi penonton saja.
Koordinasi antara pengawas dan pengurus juga vital untuk dilakukan. Perlu ada rapat rutin antara pengurus dan pengawas. Bukan rutin setahun sekali, minimal rutin setiap tiga bulan sekali. Berkaitan dengan rapat pengawas dan pengurus. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan :
Audit rutin pun perlu dilakukan minimal setiap tiga bulan sekali. Ada audit intern oleh pengawas, setiap tiga bulan atau satu bulan sekali. Dan ada audit extern oleh auditor external setiap satu tahun sekali. Yang di audit pun tidak melulu tentang keuangan. Pengawas perlu belajar melihat performa organisasi bukan hanya dari segi keuangan, ada sisi lain yang perlu dilihat. Jika mengacu pada teori Balanced Score Card, ada tiga perspektif lain yang juga perlu diperhatikan dan diaudit, selain persepektif keuangan. Yaitu persepektif customer, internal process, dan learning & growth. Sebaik apa koperasi melayani pelanggannya, itu perlu diaudit. Seberapa efisien proses bisnisnya, itu juga perlu diaudit. Terakhir, apakah ada aktivitas pembelajaran dan pertumbuhan dalam koperasi, itu juga perlu di audit.
Tentunya jarang sekali ditemukan pengawas yang memiliki keahlian di bidang akuntansi, auditing, atau teknik pengawasan. Oleh karena itu pengawas jangan malas-malas belajar. Tugas pertama ketika diangkat menjadi pengawas bukan langsung mengawasi, pertama kali yang dilakukan adalah belajar bagaimana mengawasi. Belajar apa-apa yang belum diketahui. Kalau belum bisa baca laporan keuangan, belajar baca laporan keuangan. Jangan gengsi untuk belajar, kalau tidak tahu bilang tidak tahu, kalau tidak bisa bilang tidak bisa, kalau tidak mampu bilang tidak mampu. Jangan karena gengsi saudara, koperasi justru yang jadi korbannya. Punya pengawas yang tidak kompeten.
Hubungan antara pengurus dan pengawas adalah orang yang tidak terikat kepentingan (utang budi) terhadap pengurus. Jangan sampai pengawas tersandera oleh pengurus sehingga keobjektifan penilaian dan pengawasan menjadi tidak ada lagi. Integritas pengawas harus dijaga, pengawas adalah KPK bagi pengurus. Jangan sampai KPK nya pun ikut korupsi, kolusi dan nepotisme. Integritas dan objektivitas itu harus benar-benar dijaga.
Apa filosofi, tujuan, fungsi dan prinsip koperasi, pengawas juga harus tahu. Sebagai komponen koperasi yang namanya tercantum dalam struktur organisasi koperasi, akan sangat disayangkan jika tidak mengerti seluk beluk organisasi dimana ia berada. Akan memalukan sekali jika pengawas tidak tahu prinsip koperasi apa saja. Akan terlihat bodoh sekali jika pengawas tidak tahu isi anggaran dasar koperasi. Koperasi is not just usual business, it's a business and it's social. Jangan hanya tahu segi bisnisnya lantas mengapaikan sisi sosialnya. Pengawas adalah perpanjangan tangan Bung Hatta, Bapak Koperasi Indonesia, tugas pengawas adalah memastikan bahwa visi Bung Hatta yang besar itu diterapkan di koperasi saudara-saudara sekalian.
Pengawas harus satu visi dengan pengurus. Ada tujuan bersama yang hendak dicapai. Ketika pertama kali pengawas dan pengurus dilantik, tugas yang tak kalah pentingnya adalah menyamakan visi, menyamakan persepsi akan dibawa kemana koperasi ini. Melalui jalan apa kita akan mencapai tujuan tersebut. Itu harus sudah dibahas dan dipertemukan di awal masa jabatan. Janganlah ketika ditengah masa jabatan baru ada perseteruan mengenai arah, tujuan dan jalan yang dilalui koperasi. Jika koperasi adalah balap rally, pengurus adalah pengemudinya, pengawas adalah navigatornya. Sudut pandangnya memang berbeda, dan pasti berbeda. Tapi kemana akan menuju, melalui jalan apa, harus ada kesatuan pendapat. Tugas navigator salah satunya adalah mengingatkan pengemudi jika ia salah jalan.
Masukan, saran, pertanyaan, dan kritik dari pengawas ke pengurus haruslah yang bersifat membangun, bukan bertujuan menjatuhkan. Dari niat sudah benar-benar dijaga, niatnya adalah mengawasi jalannya koperasi, bukan mencari kesalahan pengurus koperasi. Mencari kesalahan itu mudah, ikut membantu mencari solusi itu yang sulit. Yang tidak semua orang bisa dan mau. Niat ini memang tidak bisa dilihat, tapi indikatornya bisa dilihat. Bila pengawas hanya memberikan pertanyaan, kritik, menunjukkan kesalahan-kesalahan, saran, dan sebagainya, tanpa ada upaya untuk ikut serta memberi solusi atau membantu, maka bisa dipastikan niatnya kurang lurus. Niat yang baik tercermin dari kesediaan berkorban, memberikan waktu, energi, tenaga, dan pemikiran. Jika yang berani dikorbankan cuma kata-kata, atau modal omongan. Motivasi pengawas koperasi seperti ini perlu dipertanyakan.
Jangan jadi pengawas koperasi yang ecek-ecek.
Kontributor : Rizki Ardi
Mengawasi koperasi bukan hanya mengawasi hasil pengelolaan koperasi di akhir tahun. Mengawasi koperasi berarti mengawasi proses (bukan sekedar hasil) pengeloaan koperasi sepanjang tahun. Anggapan yang salah jika pengawas menemukan banyak temuan di akhhir tahun maka pengawas telah melakkan pekerjaannya dengan baik. Justru sebaliknya, pengawas yang seperti itu tidak lain seperti oknum polisi yang bersembunyi menunggu pelanggar lalu lintas. Pengawas yang baik adalah pengawas yang dapat mengantisipasi penyelewengan, penyalahgunaan di koperasi jauh-jauh hari sebelum penyelewengan itu terjadi.
Seringkali pengawas bukanlah orang yang mempunyai keahlian untuk mengawasi, tidak punya keahlian auditing. Kurang bisa memprediksi dan membaca kejanggalan yang ada di organisasi. Mungkin pengawas dipilih karena kejujuran dan integritasnya, namun itu saja tidak cukup. Perlu dibarengi dengan kemampuan. Karenanya tidak mengapa jika pengawas mempekerjakan tenaga ahli di bidang pemeriksaan dan auditing untuk mengawasi koperasi. Tenaga ahli yang dipekerjakan bisa bersifat sewaktu-waktu, setiap beberapa bulan sekali. Dan bisa menggunakan jasa auditor atau konsultan. Atau mengangkat staf khusus dewan pengawas yang ditugaskan memonitor jalannya koperasi, day by day.
Struktur koperasi disusun sedemikian rupa, ada pengurus dan pengawas. Dua komponen ini yang satu sebagai pelaksana, dependent, berpikir in the box. Yang satu sebagai pengawas, independen, berpikir out of the box. Dengan adanya dua komponen ini yang bekerja optimal dan saling berkolaborasi, maka saya optimis koperasi berpeluang sangat besar untuk maju. Justru ide-ide bisa datang lebih banyak dari pengawas daripada pengurus atau pengelola. Mengapa? Karena pengurus dan pengelola sehari-hari sudah sibuk menghadapi rutinitas dan tantangan yang ada di dalam koperasi, tidak punya banyak waktu untuk mencari ide segar atau memandang dari perspektif berbeda. Sedangkan pengawas tidak punya beban tanggung jawab untuk melaksanakan, sehingga lebih punya keleluasaan dalam memandang koperasi dari berbagai perspektif. Boleh dikata pengawas bisa berperan sebagai bagian R&D (Research and Development) dari suatu koperasi.
Kapan pengawas harusnya mengawasi koperasi? Akhir tahun? Sudah tidak zaman. Mana bisa koperasi maju dan berkembang jika pengawasnya seperti itu. Sebaiknya pengawas yang seperti itu, yang aktif ketika akhir tahun saja, segera diganti tanpa menunggu masa jabatannya selesai. Koperasi perlu pengawas yang aktif, yang mengawasi koperasi secara rutin. Setiap bulan, setiap hari jika perlu. Sehingga penyimpangan-penyimpangan, bahkan baru indikasi dan gejala penyimpangan pun bisa diketahui tanpa harus menunggu koperasi mengalami kerugian. Tidak ada salahnya kan pengawas punya staf khusus yang bekerja satu kantor dengan pengurus dan pengelola koperasi. Staf tersebut berada langsung dibawah koordinasi dewan pengawas dan diberi delegasi serta wewenang untuk memeriksa hal-hal yang perlu dijaga.
Peran pengawas itu ibarat wasit dalam pertandingan sepak bola. Pengawas bukan penonton yang melihat pertandingan sepak bola dari bangku stadion. Pengawas adalah wasit yang berada di tengah lapangan, melihat secara dekat bagaimana permainan dijalankan. Mengikuti kemanapun bola menggelinding, berlari mengikuti bola. Lelah? Ya pasti, tapi memang itu tugasnya wasit, berlari kesana kemari, jangan jadi wasit jika malas berlari. Begitupun pengawas, harus aktif, mengikuti setiap kebijakan pengurus, mengawal setiap target yang ditentukan. Cape? Ya pasti, tapi memang itu tugasnya pengawas, matanya harus tajam, otaknya harus berputar, jangan jadi pengawas jika malas memutar otak.
Dan seperti wasit, meskipun berada di tengah lapangan, di tengah permainan. Keberadaannya tidak mengganggu permainan itu sendiri, tidak menghalangi kemana jatuhnya bola, tidak mengintervensi permainan selama dalam batas-batas aturan. Seperti itu juga pengawas, meskipun tugasnya mengawasi, jangan sampai mengganggu jalannya kerja pengurus, apalagi mengintervensi yang tidak perlu. Pengawas pun harus tahu batas-batasnya, mana yang boleh dan mana yang tidak boleh. Oleh karena itu pengawas pun harus mengerti manajemen, keuangan, akuntansi. Jangan sampai ada pengawas yang bertanya seperti ini. 'Itu kok akumulasi penyusutan aktiva nilainya negatif?'. Pengurus yang tidak paham manajemen, keuangan, apalagi akuntansi itu sama saja seperti wasit yang tidak mengerti peraturan sepak bola. Tidak usah menjadi wasit, jadi penonton saja.
Koordinasi antara pengawas dan pengurus juga vital untuk dilakukan. Perlu ada rapat rutin antara pengurus dan pengawas. Bukan rutin setahun sekali, minimal rutin setiap tiga bulan sekali. Berkaitan dengan rapat pengawas dan pengurus. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan :
- Sebelum rapat, pengawas harus mempelajari materi rapat yang akan dibahas. Pelajari laporan keuangan, laporan realisasi kerja, laporan temuan. Sehingga waktu rapat yang terbatas dapat digunakan seefektif mungkin.
- Buat prioritas pembahasan. Mana pembahasan yang paling penting untuk dibahas atau ditanyakan ke pengurus, mana yang masih bisa dibelakangkan. Fokus pada materi-materi yang menjadi menjadi prioritas. Jangan buang waktu untuk membahas hal-hal yang tidak prinsipil, seperti redaksi bahasa.
- Sediakan waktu yang cukup. Jika materi pembahasannya banyak, alokasikan waktu satu hari penuh atau kalau perlu dua hari penuh. Target rapat adalah agar materi pembahasan selesai dibahas semuanya, bukan target 'jam sekian rapat harus selesai'. Ketika pertama kali dilantik menjadi pengawas, saat itu juga harus disadari bahwa perlu ada pengorbanan waktu yang tidak sedikit.
- Setiap rapat harus menghasilkan tindak lanjut atau action plan yang jelas. Jangan ada rapat yang isinya hanya pembahasan dan pembicaraan lantas setelahnya tidak jelas apa yang mesti dilakukan. Rapat adalah sebuah proses dan hasilnya adalah action plan, rencana tindakan. Rapat tanpa rencana tindakan sama saja dengan proses tanpa hasil.
Audit rutin pun perlu dilakukan minimal setiap tiga bulan sekali. Ada audit intern oleh pengawas, setiap tiga bulan atau satu bulan sekali. Dan ada audit extern oleh auditor external setiap satu tahun sekali. Yang di audit pun tidak melulu tentang keuangan. Pengawas perlu belajar melihat performa organisasi bukan hanya dari segi keuangan, ada sisi lain yang perlu dilihat. Jika mengacu pada teori Balanced Score Card, ada tiga perspektif lain yang juga perlu diperhatikan dan diaudit, selain persepektif keuangan. Yaitu persepektif customer, internal process, dan learning & growth. Sebaik apa koperasi melayani pelanggannya, itu perlu diaudit. Seberapa efisien proses bisnisnya, itu juga perlu diaudit. Terakhir, apakah ada aktivitas pembelajaran dan pertumbuhan dalam koperasi, itu juga perlu di audit.
Tentunya jarang sekali ditemukan pengawas yang memiliki keahlian di bidang akuntansi, auditing, atau teknik pengawasan. Oleh karena itu pengawas jangan malas-malas belajar. Tugas pertama ketika diangkat menjadi pengawas bukan langsung mengawasi, pertama kali yang dilakukan adalah belajar bagaimana mengawasi. Belajar apa-apa yang belum diketahui. Kalau belum bisa baca laporan keuangan, belajar baca laporan keuangan. Jangan gengsi untuk belajar, kalau tidak tahu bilang tidak tahu, kalau tidak bisa bilang tidak bisa, kalau tidak mampu bilang tidak mampu. Jangan karena gengsi saudara, koperasi justru yang jadi korbannya. Punya pengawas yang tidak kompeten.
Hubungan antara pengurus dan pengawas adalah orang yang tidak terikat kepentingan (utang budi) terhadap pengurus. Jangan sampai pengawas tersandera oleh pengurus sehingga keobjektifan penilaian dan pengawasan menjadi tidak ada lagi. Integritas pengawas harus dijaga, pengawas adalah KPK bagi pengurus. Jangan sampai KPK nya pun ikut korupsi, kolusi dan nepotisme. Integritas dan objektivitas itu harus benar-benar dijaga.
Apa filosofi, tujuan, fungsi dan prinsip koperasi, pengawas juga harus tahu. Sebagai komponen koperasi yang namanya tercantum dalam struktur organisasi koperasi, akan sangat disayangkan jika tidak mengerti seluk beluk organisasi dimana ia berada. Akan memalukan sekali jika pengawas tidak tahu prinsip koperasi apa saja. Akan terlihat bodoh sekali jika pengawas tidak tahu isi anggaran dasar koperasi. Koperasi is not just usual business, it's a business and it's social. Jangan hanya tahu segi bisnisnya lantas mengapaikan sisi sosialnya. Pengawas adalah perpanjangan tangan Bung Hatta, Bapak Koperasi Indonesia, tugas pengawas adalah memastikan bahwa visi Bung Hatta yang besar itu diterapkan di koperasi saudara-saudara sekalian.
Pengawas harus satu visi dengan pengurus. Ada tujuan bersama yang hendak dicapai. Ketika pertama kali pengawas dan pengurus dilantik, tugas yang tak kalah pentingnya adalah menyamakan visi, menyamakan persepsi akan dibawa kemana koperasi ini. Melalui jalan apa kita akan mencapai tujuan tersebut. Itu harus sudah dibahas dan dipertemukan di awal masa jabatan. Janganlah ketika ditengah masa jabatan baru ada perseteruan mengenai arah, tujuan dan jalan yang dilalui koperasi. Jika koperasi adalah balap rally, pengurus adalah pengemudinya, pengawas adalah navigatornya. Sudut pandangnya memang berbeda, dan pasti berbeda. Tapi kemana akan menuju, melalui jalan apa, harus ada kesatuan pendapat. Tugas navigator salah satunya adalah mengingatkan pengemudi jika ia salah jalan.
Masukan, saran, pertanyaan, dan kritik dari pengawas ke pengurus haruslah yang bersifat membangun, bukan bertujuan menjatuhkan. Dari niat sudah benar-benar dijaga, niatnya adalah mengawasi jalannya koperasi, bukan mencari kesalahan pengurus koperasi. Mencari kesalahan itu mudah, ikut membantu mencari solusi itu yang sulit. Yang tidak semua orang bisa dan mau. Niat ini memang tidak bisa dilihat, tapi indikatornya bisa dilihat. Bila pengawas hanya memberikan pertanyaan, kritik, menunjukkan kesalahan-kesalahan, saran, dan sebagainya, tanpa ada upaya untuk ikut serta memberi solusi atau membantu, maka bisa dipastikan niatnya kurang lurus. Niat yang baik tercermin dari kesediaan berkorban, memberikan waktu, energi, tenaga, dan pemikiran. Jika yang berani dikorbankan cuma kata-kata, atau modal omongan. Motivasi pengawas koperasi seperti ini perlu dipertanyakan.
Jangan jadi pengawas koperasi yang ecek-ecek.
Kontributor : Rizki Ardi
7 Kriteria Pengurus Koperasi yang Ideal
Pemimpin yang (hanya) bermodalkan popularitas adalah pemimpin yang berbahaya. Justru disitulah letak kelemahan kebanyakan koperasi. Dengan prinsip koperasi satu orang satu suara, yang kebanyakan diartikan sebagai voting. Pengurus yang terpilih adalah orang yang paling banyak mendapat suara. Yang paling populer, dan belum tentu yang paling kompeten atau paling berpengalaman.
Berapa banyak koperasi yang menyelenggarakan pemilihan pengurus dengan menyelenggarakan fit and proper test terlebih dahulu? Dimana ada sekelompok orang yang independen dan ahli menilai kecakapan calon pengurus, sejauh mana integritasnya, keahlian memimpin, jiwa kewirausahaannnya, kemampuan manajerial dan pengetahuan tentang koperasi. Pengurus adalah top managementnya koperasi, CEO nya koperasi. Jika memilih CEO sudah dilakukan sembarangan, tanpa ada fit and proper test, jangan harap organisasi bisa melesat cepat. Setidaknya ada beberapa kriteria yang perlu dimiliki oleh calon pengurus koperasi agar dirinya layak dipilih menjadi pengurus. Antara lain :
1. Berani
Sejauh mana pengurus berani mengambil resiko? Jangan memilih orang yang hanya cari aman untuk jadi pengurus koperasi. Bisa stagnan koperasinya. Bisnis erat kaitannya dengan resiko, siapa yang tidak berani mengambil resiko, jangan berbisnis. Siapa yang tidak bisa berbisnis, jangan dipilih menjadi pengurus.
Sejauh mana pengurus berani mengkonfrontasi orang-orang yang menghalangi perkembangan koperasi? Untuk berkembang, koperasi perlu berubah. Dan dalam perubahan pasti ada orang-orang yang menentang, orang-orang yang berdiri menghalangi di tengah jalan mencapai tujuan. Apakah pengurus berani menghadapi orang-orang seperti itu? Jika tidak berani, jangan pilih orang tersebut sebagai pengurus.
Sejauh mana pengurus berani menghadapi kritikan dan cemoohan orang lan? Jangan memilih pengurus yang ragu-ragu mengambil keputusan hanya karena banyak orang tidak suka. Jika suatu keputusan sudah dipertimbangkan dengan matang, dan itu benar adalah untuk kepentingan koperasi. Meskipun mendapat kritikan dan cemoohan, pengurus harus tetap maju. Berani menghadapi kritikan dari orang-orang yang kurang mengerti. Seorang pemimpin harus berani untuk tidak populer. Karena pastinya akan banyak keputusannya yang efeknya baru dinikmati jangka panjang. Orang-orang yang mengkritik ini biasanya yang mau segala sesuatunya instant, langsung terlihat hasilnya. Padahal kan membangun koperasi supaya besar tidak bisa hanya dengan satu atau tiga tahun.
2. Punya integritas yang tinggi
Integritas berarti walk the talk and talk the walk. Melakukan apa yang ia katakan dan mengatakan apa yang ia lakukan. Bukan cuma orang yang omdo (omong doang) atau NATO (No Action Talk Only). Orang yang punya prinsip dan nilai yang dipegang teguh. Orang lain tahu karakter orang tersebut jika menghadapi tekanan seperti apa, jika menghadapi masalah seperti apa. Orang yang tidak mudah terombang-ambing oleh issue atau pendapat mayoritas.
Biasanya orang yang religius, dekat dengan Allah, rajin shalat berjamaah tepat waktu di masjid itu bisa jadi indikator bahwa orang tersebut punya integritas. Mengapa? Karena kalau prinsip agama sudah dipegang dengan kuat, insyaallah prinsip-prinsip yang bagus seperti prinsip sabar, bersyukur, ikhlas udah ada di dalam agama semua. Sebaliknya orang yang tidak mengamalkan agama dengan benar, jangankan amanah dari manusia, amanah dari Tuhannya saja tidak dijlankan dengan baik.
3. Berjiwa wirausaha
Berjiwa wirausaha identik dengan tahan banting, kreatif, mandiri, tidak mudah putus asa. Pilihlah pengurus yang jika memungkinkan punya pengalaman membangun bisnisnya sendiri. Pilihan terakhir adalah pengurus yang seumur hidup jadi orang gajian, agak sulit untuk menjadikan orang seperti ini untuk jadi pengurus. Minimal perlu diikutkan workshop dan pelatihan kewirausahaaan.
Menjadi seorang wirausahawan memang bukan panggilan hidup semua orang, memang ada beberapa orang yang panggilan hidupnya menjadi karyawan. Menjadi seorang wirausahawan dan memiliki jiwa wirauaha itu hal yang berbeda, seseorang yang berstatus karyawan bisa saja memiliki jiwa wirausaha, memiliki karakteristik seorang wirausahawan. Sebaliknya seorang pemilik usaha juga belum tentu orang yang memiliki jiwa wirausaha, bisa jadi ia membuka usaha tersebut karena tidak ada pilihan lain, atau usahanya adalah warisan keluarga, dan punya usaha tapi tidak berkembang. Orang seperti itu memang punya usaha sendiri tapi belum bisa disebut punya jiwa wirausaha.
Jiwa wirausaha itu bukan bakat atau bawaan yang dimiliki orang tertentu saja. Jiwa wirausaha bisa dipelajari dan dipupuk. Karenanya jika memang pilihan pengurus tidak ada yang berjiwa wirausaha, maka pilihlah orang-orang yang memiliki karakter pembelajar. Kalaupun pengurus belum memiliki jiwa wirausaha, ia dapat belajar.
4. Berjiwa pemimpin
Pengurus adalah pimpinan tertinggi di koperasi, satu level dengan CEO dan Direktur Utama suatu perusahaan. Dan koperasi adalah perusahaan juga. Maju mundurnya suatu peruashaan sebagian besar terletak pada eksekutif tertingginya. Kemajuan perusahaan salah satunya terletak pada kemampuan sang eksekutif tertinggi untuk mengelola sumber daya yang ada secara benar. Sumber daya apa yang paling penting bagi sebuah organisasi? Tidak lain adalah manusianya. Dan bagaimana mengelola sumber daya manusia yang paling efektif? Adalah dengan memimpin. Bukan sekedar menyuruh atau memerintah. Pengurus must know how to lead effectively.
Secara struktural, di bawah pengurus ada pengelola koperasi. Pengelola koperasi lah yang menjalankan sebagian besar bisnis dan operasional koperasi, lebih dari 90% jalannya roda koperasi ada di pengelola. Bisa dianalogikan pengurus dan pengelola adalah seperti supir dan mobilnya. Supir yang hebat membutuhkan mobil yang hebat, begitu pula sebaliknya. Supir yang piawai dengan mobil yang payah hanya akan membuat repot dan frustasi si supir. Sebaliknnya, mobil canggih dengan supir yang asal supir akan menyia-nyiakan potensi yang ada di mobil, fitur-fitur yang canggih menjadi tidak berguna, dan ketika mobil tersebut mengalami masalah si supir tidak mampu menanganinya.
Seorang pengurus ibarat seorang supir. Ia harus tahu karakteristik mobil yang ia kendarai, tahu apa saja fitur-fiturnya, mengunakan fitur tersebut dengan semaksimal mungkin, memperhatikan pemeliharaan kendaraannya. Seorang supir yang baik tahu bahwa semakin canggih sebuah mobil semakin tinggi biaya pemeliharaannya, semakin si supir dituntut untuk lebih perhatian. Intinya seorang pengurus bukanlah seseorang yang dituntut harus tahu segalanya tentang seluk beluk pengelolaan koperasi, pengurus adalah seseorang yang bisa memimpin orang lain agar bisa mengelola koperasi dengan benar.
Kepemimpinan punya dasar-dasar, prinsip-prinsip dan gaya kepemimpinan yang macam-macam. Itu yang harus dimiliki oleh pengurus koperasi.
5. Punya kemampuan manajerial
Koperasi sekarang ini tidak bisa asal kelola, tidak bisa asal jalan. Kalau prinsipnya masih seperti itu, tergusur sudah koperasi dengan perusahaan-perusahaan swasta. Membuka minimarket jangan sekedar buka minimarket, jangan hanya sebagai syarat 'disini ada koperasi'. Membuka minimarket harus tahu ilmunya, ada yang namanya manajemen retail. Bagaimana mencari pemasok, bagaimana mengelola saluran distribusi, bagaimana menata barang dagangan, pricing, promosi, customer service dan lain-lain.
Mengurus koperasi pun seperti itu, jangan asal mengurus tanpa ada ilmunya. Ada yang namanya ilmu manajemen, bagaimana caranya merencanakan sesuatu agar efektif, bagaimana mendelegasikan, bagiamana membagi perusahaan kedalam fungsi-fungsi kerja, dan lain-lain. Sangat menguntungkan sekali jika ada kandidat pengurus yang memiliki latar belakang manajemen. Namun jika pilihan kandidat pengurus yang ada tidak ada yang berlatar belakang manajemen, maka sekali lagi pilihlah pengurus yang punya karakeristik pembelajar. Agar ia dapat mempelajari ilmu manajemen.
6. Mengerti tentang perkoperasian
Adakah pengurus yang tidak tahu tujuan dan prinsip koperasi? Banyak. Mengapa saya bilang begitu, karena umumnya pengurus hanya berfokus pada cara mengembangkan dan membesarkan koperasi, dari segi finansial. Tanpa memperhatikan jiwa dari koperasi. Pengurus yang seperti ini akan membawa koperasi tidak bedanya dengan perusahaan-perusahaan swasta, hanya bertujuan mencari keuntungan yang sebesar-besarnya.
Tujuan koperasi adalah mensejahterakan anggota dan masyarakat. Pengurus harus bertanya 'apa kontribusi koperasi saya dalam mensejahterakan anggota? Apa kontribusi koperasi saya dalam mensejahterakan masyarakat?' Prinsip koperasi salah satunya adalah 'kemandirian'. Pengurus harus bertanya 'Apakah hidup koperasi masih bergantung pada pihak tertentu yang bukan anggota? Jika jawabannya iya, maka koperasi belumlah mandiri. Dan pengurus perlu mengambil langkah-langkah agar prinsip kemandirian koperasi dapat dijalankan.
Kalau pengurus saja tidak paham mengenai koperasi, bagaimana bisa mengharapkan anggota paham mengenai koperasi. Padahal kepahamaan anggota terhadap prinsip dan nilai koperasi adalah hal yang vital, yang membuat koperasi menjadi koperasi.
7. Punya keahlian interpersonal yang baik
Pendidikan perkoperasian adalah salah satu prinsip koperasi. Sasaran pendidikan ini terutama adalah anggota, karena anggota lah secara bersama-sama yang menentukan jalannya koperasi. Pendidikan perkoperasian ini tidak dilakukan dengan sekali atau beberapa kali memberikan penyuluhan atau seminar umum. Pendidikan koperasi akan jauh lebih efektif jika dilakukan dengan pendekatan personal dan berangsur-angsur. Mendekati dan memberikan pemahaman tentang koperasi kepada orang per orang, kelompok per kelompok. Disinilah peran keahlian interpersonal. Bagaimana pengurus dapat memengaruhi para anggota koperasi untuk bersama-sama memajukan koperasi.
Dari ke tujuh kriteria di atas, populer tidak masuk diantaranya. Karena kualitas 'populer' tidak mesti positif. Bisa saja seseorang populer karena terkenal dengan sikap negatifnya. Bisa saja seseorang populer karena cuma banyak omong atau sekedar pandai membangun citra tapi isinya kosong. Popularitas bukanlah kriteria yang harus dicari, popularitas hanyalah konsekuensi dari prestasi.
Anggota harus lebih jeli dalam memilih pengurus, pilihalah berdasarkan kualitas individu bukan popularitas. Karena koperasi dijalankan dengan mengandalkan kualitas seseorang, keberaniannya, integritas, semangat wirausaha, kepemimpinan, kemampuan manajerial, pemahaman terhadap koperasi dan kemampuan intrapersonal. Bukan dengan modal terkenal. Panitia pemilihan pengurus pun harus benar-benar melakukan seleksi, jangan hanya sekedar voting, harus ada fit and proper test. Jadi calon-calon yang diajukan menjadi pengurus dalam rapat anggota adalah benar-benar calon yang sudah teruji kualitasnya.
Keseriusan suatu organisasi untuk berkembang ditandai dengan keseriusan dalam memilih pimpinan tertingginya. Sudahkan koperasi saudara memilih pengurus dengan serius berdasarkan kualitas, tidak hanya berdasarkan popularitas. Jadilah koperasi yang serius, yang maju dan berkembang, jangan jadi koperasi ecek-ecek.
kontributor : Rizki Ardi
Berapa banyak koperasi yang menyelenggarakan pemilihan pengurus dengan menyelenggarakan fit and proper test terlebih dahulu? Dimana ada sekelompok orang yang independen dan ahli menilai kecakapan calon pengurus, sejauh mana integritasnya, keahlian memimpin, jiwa kewirausahaannnya, kemampuan manajerial dan pengetahuan tentang koperasi. Pengurus adalah top managementnya koperasi, CEO nya koperasi. Jika memilih CEO sudah dilakukan sembarangan, tanpa ada fit and proper test, jangan harap organisasi bisa melesat cepat. Setidaknya ada beberapa kriteria yang perlu dimiliki oleh calon pengurus koperasi agar dirinya layak dipilih menjadi pengurus. Antara lain :
1. Berani
Sejauh mana pengurus berani mengambil resiko? Jangan memilih orang yang hanya cari aman untuk jadi pengurus koperasi. Bisa stagnan koperasinya. Bisnis erat kaitannya dengan resiko, siapa yang tidak berani mengambil resiko, jangan berbisnis. Siapa yang tidak bisa berbisnis, jangan dipilih menjadi pengurus.
Sejauh mana pengurus berani mengkonfrontasi orang-orang yang menghalangi perkembangan koperasi? Untuk berkembang, koperasi perlu berubah. Dan dalam perubahan pasti ada orang-orang yang menentang, orang-orang yang berdiri menghalangi di tengah jalan mencapai tujuan. Apakah pengurus berani menghadapi orang-orang seperti itu? Jika tidak berani, jangan pilih orang tersebut sebagai pengurus.
Sejauh mana pengurus berani menghadapi kritikan dan cemoohan orang lan? Jangan memilih pengurus yang ragu-ragu mengambil keputusan hanya karena banyak orang tidak suka. Jika suatu keputusan sudah dipertimbangkan dengan matang, dan itu benar adalah untuk kepentingan koperasi. Meskipun mendapat kritikan dan cemoohan, pengurus harus tetap maju. Berani menghadapi kritikan dari orang-orang yang kurang mengerti. Seorang pemimpin harus berani untuk tidak populer. Karena pastinya akan banyak keputusannya yang efeknya baru dinikmati jangka panjang. Orang-orang yang mengkritik ini biasanya yang mau segala sesuatunya instant, langsung terlihat hasilnya. Padahal kan membangun koperasi supaya besar tidak bisa hanya dengan satu atau tiga tahun.
2. Punya integritas yang tinggi
Integritas berarti walk the talk and talk the walk. Melakukan apa yang ia katakan dan mengatakan apa yang ia lakukan. Bukan cuma orang yang omdo (omong doang) atau NATO (No Action Talk Only). Orang yang punya prinsip dan nilai yang dipegang teguh. Orang lain tahu karakter orang tersebut jika menghadapi tekanan seperti apa, jika menghadapi masalah seperti apa. Orang yang tidak mudah terombang-ambing oleh issue atau pendapat mayoritas.
Biasanya orang yang religius, dekat dengan Allah, rajin shalat berjamaah tepat waktu di masjid itu bisa jadi indikator bahwa orang tersebut punya integritas. Mengapa? Karena kalau prinsip agama sudah dipegang dengan kuat, insyaallah prinsip-prinsip yang bagus seperti prinsip sabar, bersyukur, ikhlas udah ada di dalam agama semua. Sebaliknya orang yang tidak mengamalkan agama dengan benar, jangankan amanah dari manusia, amanah dari Tuhannya saja tidak dijlankan dengan baik.
3. Berjiwa wirausaha
Berjiwa wirausaha identik dengan tahan banting, kreatif, mandiri, tidak mudah putus asa. Pilihlah pengurus yang jika memungkinkan punya pengalaman membangun bisnisnya sendiri. Pilihan terakhir adalah pengurus yang seumur hidup jadi orang gajian, agak sulit untuk menjadikan orang seperti ini untuk jadi pengurus. Minimal perlu diikutkan workshop dan pelatihan kewirausahaaan.
Menjadi seorang wirausahawan memang bukan panggilan hidup semua orang, memang ada beberapa orang yang panggilan hidupnya menjadi karyawan. Menjadi seorang wirausahawan dan memiliki jiwa wirauaha itu hal yang berbeda, seseorang yang berstatus karyawan bisa saja memiliki jiwa wirausaha, memiliki karakteristik seorang wirausahawan. Sebaliknya seorang pemilik usaha juga belum tentu orang yang memiliki jiwa wirausaha, bisa jadi ia membuka usaha tersebut karena tidak ada pilihan lain, atau usahanya adalah warisan keluarga, dan punya usaha tapi tidak berkembang. Orang seperti itu memang punya usaha sendiri tapi belum bisa disebut punya jiwa wirausaha.
Jiwa wirausaha itu bukan bakat atau bawaan yang dimiliki orang tertentu saja. Jiwa wirausaha bisa dipelajari dan dipupuk. Karenanya jika memang pilihan pengurus tidak ada yang berjiwa wirausaha, maka pilihlah orang-orang yang memiliki karakter pembelajar. Kalaupun pengurus belum memiliki jiwa wirausaha, ia dapat belajar.
4. Berjiwa pemimpin
Pengurus adalah pimpinan tertinggi di koperasi, satu level dengan CEO dan Direktur Utama suatu perusahaan. Dan koperasi adalah perusahaan juga. Maju mundurnya suatu peruashaan sebagian besar terletak pada eksekutif tertingginya. Kemajuan perusahaan salah satunya terletak pada kemampuan sang eksekutif tertinggi untuk mengelola sumber daya yang ada secara benar. Sumber daya apa yang paling penting bagi sebuah organisasi? Tidak lain adalah manusianya. Dan bagaimana mengelola sumber daya manusia yang paling efektif? Adalah dengan memimpin. Bukan sekedar menyuruh atau memerintah. Pengurus must know how to lead effectively.
Secara struktural, di bawah pengurus ada pengelola koperasi. Pengelola koperasi lah yang menjalankan sebagian besar bisnis dan operasional koperasi, lebih dari 90% jalannya roda koperasi ada di pengelola. Bisa dianalogikan pengurus dan pengelola adalah seperti supir dan mobilnya. Supir yang hebat membutuhkan mobil yang hebat, begitu pula sebaliknya. Supir yang piawai dengan mobil yang payah hanya akan membuat repot dan frustasi si supir. Sebaliknnya, mobil canggih dengan supir yang asal supir akan menyia-nyiakan potensi yang ada di mobil, fitur-fitur yang canggih menjadi tidak berguna, dan ketika mobil tersebut mengalami masalah si supir tidak mampu menanganinya.
Seorang pengurus ibarat seorang supir. Ia harus tahu karakteristik mobil yang ia kendarai, tahu apa saja fitur-fiturnya, mengunakan fitur tersebut dengan semaksimal mungkin, memperhatikan pemeliharaan kendaraannya. Seorang supir yang baik tahu bahwa semakin canggih sebuah mobil semakin tinggi biaya pemeliharaannya, semakin si supir dituntut untuk lebih perhatian. Intinya seorang pengurus bukanlah seseorang yang dituntut harus tahu segalanya tentang seluk beluk pengelolaan koperasi, pengurus adalah seseorang yang bisa memimpin orang lain agar bisa mengelola koperasi dengan benar.
Kepemimpinan punya dasar-dasar, prinsip-prinsip dan gaya kepemimpinan yang macam-macam. Itu yang harus dimiliki oleh pengurus koperasi.
5. Punya kemampuan manajerial
Koperasi sekarang ini tidak bisa asal kelola, tidak bisa asal jalan. Kalau prinsipnya masih seperti itu, tergusur sudah koperasi dengan perusahaan-perusahaan swasta. Membuka minimarket jangan sekedar buka minimarket, jangan hanya sebagai syarat 'disini ada koperasi'. Membuka minimarket harus tahu ilmunya, ada yang namanya manajemen retail. Bagaimana mencari pemasok, bagaimana mengelola saluran distribusi, bagaimana menata barang dagangan, pricing, promosi, customer service dan lain-lain.
Mengurus koperasi pun seperti itu, jangan asal mengurus tanpa ada ilmunya. Ada yang namanya ilmu manajemen, bagaimana caranya merencanakan sesuatu agar efektif, bagaimana mendelegasikan, bagiamana membagi perusahaan kedalam fungsi-fungsi kerja, dan lain-lain. Sangat menguntungkan sekali jika ada kandidat pengurus yang memiliki latar belakang manajemen. Namun jika pilihan kandidat pengurus yang ada tidak ada yang berlatar belakang manajemen, maka sekali lagi pilihlah pengurus yang punya karakeristik pembelajar. Agar ia dapat mempelajari ilmu manajemen.
6. Mengerti tentang perkoperasian
Adakah pengurus yang tidak tahu tujuan dan prinsip koperasi? Banyak. Mengapa saya bilang begitu, karena umumnya pengurus hanya berfokus pada cara mengembangkan dan membesarkan koperasi, dari segi finansial. Tanpa memperhatikan jiwa dari koperasi. Pengurus yang seperti ini akan membawa koperasi tidak bedanya dengan perusahaan-perusahaan swasta, hanya bertujuan mencari keuntungan yang sebesar-besarnya.
Tujuan koperasi adalah mensejahterakan anggota dan masyarakat. Pengurus harus bertanya 'apa kontribusi koperasi saya dalam mensejahterakan anggota? Apa kontribusi koperasi saya dalam mensejahterakan masyarakat?' Prinsip koperasi salah satunya adalah 'kemandirian'. Pengurus harus bertanya 'Apakah hidup koperasi masih bergantung pada pihak tertentu yang bukan anggota? Jika jawabannya iya, maka koperasi belumlah mandiri. Dan pengurus perlu mengambil langkah-langkah agar prinsip kemandirian koperasi dapat dijalankan.
Kalau pengurus saja tidak paham mengenai koperasi, bagaimana bisa mengharapkan anggota paham mengenai koperasi. Padahal kepahamaan anggota terhadap prinsip dan nilai koperasi adalah hal yang vital, yang membuat koperasi menjadi koperasi.
7. Punya keahlian interpersonal yang baik
Pendidikan perkoperasian adalah salah satu prinsip koperasi. Sasaran pendidikan ini terutama adalah anggota, karena anggota lah secara bersama-sama yang menentukan jalannya koperasi. Pendidikan perkoperasian ini tidak dilakukan dengan sekali atau beberapa kali memberikan penyuluhan atau seminar umum. Pendidikan koperasi akan jauh lebih efektif jika dilakukan dengan pendekatan personal dan berangsur-angsur. Mendekati dan memberikan pemahaman tentang koperasi kepada orang per orang, kelompok per kelompok. Disinilah peran keahlian interpersonal. Bagaimana pengurus dapat memengaruhi para anggota koperasi untuk bersama-sama memajukan koperasi.
Dari ke tujuh kriteria di atas, populer tidak masuk diantaranya. Karena kualitas 'populer' tidak mesti positif. Bisa saja seseorang populer karena terkenal dengan sikap negatifnya. Bisa saja seseorang populer karena cuma banyak omong atau sekedar pandai membangun citra tapi isinya kosong. Popularitas bukanlah kriteria yang harus dicari, popularitas hanyalah konsekuensi dari prestasi.
Anggota harus lebih jeli dalam memilih pengurus, pilihalah berdasarkan kualitas individu bukan popularitas. Karena koperasi dijalankan dengan mengandalkan kualitas seseorang, keberaniannya, integritas, semangat wirausaha, kepemimpinan, kemampuan manajerial, pemahaman terhadap koperasi dan kemampuan intrapersonal. Bukan dengan modal terkenal. Panitia pemilihan pengurus pun harus benar-benar melakukan seleksi, jangan hanya sekedar voting, harus ada fit and proper test. Jadi calon-calon yang diajukan menjadi pengurus dalam rapat anggota adalah benar-benar calon yang sudah teruji kualitasnya.
Keseriusan suatu organisasi untuk berkembang ditandai dengan keseriusan dalam memilih pimpinan tertingginya. Sudahkan koperasi saudara memilih pengurus dengan serius berdasarkan kualitas, tidak hanya berdasarkan popularitas. Jadilah koperasi yang serius, yang maju dan berkembang, jangan jadi koperasi ecek-ecek.
kontributor : Rizki Ardi
Sekolah Menengah Koperasi
Anda pernah dengar Sekolah Menengah Koperasi? Jika belum, coba Anda lakukan pencarian "Sekolah Menengah Koperasi" di google. Yang muncul di halaman pertama adalah terkait dengan sejarah koperasi. Ya, sejarah... Sekolah itu kebanyakan sekarang hanya tinggal sejarah. Yang saya dapat dari google lagi, yang tersisa dari Sekolah Menengah Koperasi ada di Yogyakarta. Tidak tahu apakah ada di daerah lain juga. Sebaiknya sekolah ini ada di tiap-tiap provinsi. Artikel mengenai sekolah menengah koperasi yang ada di google kebanyakan membahas bahwa gagasan sekolah ini pernah dianjurkan Bung Hatta pada Kongres Koperasi Indonesia ke-III. Begini tepatnya apa yang disampaikan beliau :
"Kemudian, majunya koperasi bergantung sebagian besar kepada kader pemimpin yang jujur dan cakap. Inilah yang banyak kurang di waktu sekarang.
Oleh karena itu gerakan koperasi hendaklah mengambil inisiatif mengadakan Sekolah Menengah Koperasi yang sederajat dengan SMA yang daftar pelajarannya sesuai dengan cita-cita koperasi.
Memang ada sekolah menengah ekonomi yang sederajat dengan SMA akan tetapi sifatnya banyak menuju kepada pelajaran dagang. Bukan di situ tempat mendidik pemangku dan pemimpin koperasi. Perniagaan bukan tujuan bagi koperasi, itu hanya suatu jalan yang tak dapat dielakkan. Ekonomi koperasi berlainan sifatnya daripada ekonomi dagang. Sungguh pun banyak terdapat di dalamnya dasar-dasar keekonomian yang sama. Didikan koperasi harus banyak berdasar kepada humanisme dan pengertian tentang gotong royong dalam sejarahnya dan perkembangannya.
Bulatkan tekad pada hari Koperasi III ini untuk mendirikan Sekolah Menengah Koperasi atas biaya gerakan koperasi sendiri. Pendirian sekolah semacam itu adalah suatu penanaman modal yang pasti menghasilkan buah di masa datang."
Sungguh disayangkan di masa ini tidak Sekolah Menengah Koperasi sudah tidak ada gaungnya lagi. Bahkan saya baru tahu istilah tersebut setelah membaca buku 'Membangun Koperasi dan Koperasi Membangun'. Bagaimana koperasi bisa berkembang jika kader-kadernya tidak disiapkan, jika tidak ada usaha dari gerakan koperasi maupun pemerintah untuk mendidik generasi muda yang kelak akan memimpin dan mengelola koperasi. Kebanyakan pengurus dan pengelola koperasi sekarang adalah orang-orang dadakan, orang-orang yang terdampar di koperasi, tidak sengaja berkecimpung di koperasi.
Cita-cita yang tinggi memerlukan usaha yang sengaja dan sungguh-sungguh. Bagaimana cita-cita koperasi yang tinggi dapat tercapai jika belum ada usaha yang sengaja dan sungguh-sungguh untuk mendidik kader-kader yang mengerti betul mengapa, apa dan bagaimana koperasi itu.
Jika ada saudara yang membaca tulisan ini memiliki kemampuan atau kewenangan untuk mewujudkan himbauan Bung Hatta tersebut. Baik saudara yang bekerja di Kementrian Koperasi, Kementrian Pendidikan, atau saudara yang punya modal dan peduli pada koperasi. Saya siap ikut andil dalam mewujudkan Sekolah Menengah Koperasi ini.
kontributor : Rizki Ardi
"Kemudian, majunya koperasi bergantung sebagian besar kepada kader pemimpin yang jujur dan cakap. Inilah yang banyak kurang di waktu sekarang.
Oleh karena itu gerakan koperasi hendaklah mengambil inisiatif mengadakan Sekolah Menengah Koperasi yang sederajat dengan SMA yang daftar pelajarannya sesuai dengan cita-cita koperasi.
Memang ada sekolah menengah ekonomi yang sederajat dengan SMA akan tetapi sifatnya banyak menuju kepada pelajaran dagang. Bukan di situ tempat mendidik pemangku dan pemimpin koperasi. Perniagaan bukan tujuan bagi koperasi, itu hanya suatu jalan yang tak dapat dielakkan. Ekonomi koperasi berlainan sifatnya daripada ekonomi dagang. Sungguh pun banyak terdapat di dalamnya dasar-dasar keekonomian yang sama. Didikan koperasi harus banyak berdasar kepada humanisme dan pengertian tentang gotong royong dalam sejarahnya dan perkembangannya.
Bulatkan tekad pada hari Koperasi III ini untuk mendirikan Sekolah Menengah Koperasi atas biaya gerakan koperasi sendiri. Pendirian sekolah semacam itu adalah suatu penanaman modal yang pasti menghasilkan buah di masa datang."
Sungguh disayangkan di masa ini tidak Sekolah Menengah Koperasi sudah tidak ada gaungnya lagi. Bahkan saya baru tahu istilah tersebut setelah membaca buku 'Membangun Koperasi dan Koperasi Membangun'. Bagaimana koperasi bisa berkembang jika kader-kadernya tidak disiapkan, jika tidak ada usaha dari gerakan koperasi maupun pemerintah untuk mendidik generasi muda yang kelak akan memimpin dan mengelola koperasi. Kebanyakan pengurus dan pengelola koperasi sekarang adalah orang-orang dadakan, orang-orang yang terdampar di koperasi, tidak sengaja berkecimpung di koperasi.
Cita-cita yang tinggi memerlukan usaha yang sengaja dan sungguh-sungguh. Bagaimana cita-cita koperasi yang tinggi dapat tercapai jika belum ada usaha yang sengaja dan sungguh-sungguh untuk mendidik kader-kader yang mengerti betul mengapa, apa dan bagaimana koperasi itu.
Jika ada saudara yang membaca tulisan ini memiliki kemampuan atau kewenangan untuk mewujudkan himbauan Bung Hatta tersebut. Baik saudara yang bekerja di Kementrian Koperasi, Kementrian Pendidikan, atau saudara yang punya modal dan peduli pada koperasi. Saya siap ikut andil dalam mewujudkan Sekolah Menengah Koperasi ini.
kontributor : Rizki Ardi
Kapan Koperasi Bisa Self Financing?
"Sungguh pun begitu, orang yang mempunyai keyakinan tak boleh patah hati melihat tingginya gunung yang harus didaki, sebelum kita sampai kepada cita-cita kita. Kekuatan kita akan bertambah dengan tingginya gunung yang didaki, kesanggupan kita akan lebih besar, asal kita tetap berpegang pada self-help. Satu waktu koperasi Indonesia harus memperlihatkan kesanggupannya akan self financing, membelanjai diri sendiri."
Sudahkah 'satu waktu' itu tercapai saat ini? Dengan malu saya menjawab 'Belum, masih jauh'. Bahkan yang tadinya koperasi memiliki bank sendiri pun, Bank Umum Koperasi Indonesia (Bukopin), sekarang kepemilikannya pun sudah dibagi dengan swasta. Jalan panjang yang entah siapa lagi berani memulai setelah kegagalan di masa lalu. Entah siapa yang berani mengorbankan dirinya, menyusahkan diri untuk memperjuangkan pembiayaan mandiri bagi koperasi-koperasi di Indonesia. Di tengah derasnya lembaga-lembaga keuangan swasta yang besar-besar, bahkan raksasa.
Kapan uang koperasi bisa berputar di koperasi itu sendiri, tidak lantas merembes ke bank-bank swasta. Self-financing koperasi ibarat bercita-cita setinggi langit, namun bukankah itu yang diajarkan oleh orang tua dan guru kita; gantungkanlah cita-citamu setinggi langit. Apakah kita terlalu takut jatuh sampai-sampai kita tak berani mencita-citakan langit.
Saya yakin suatu saat pasti koperasi bisa self-financing. Kelak akan ada orang-orang hebat, pemikir-pemikir brilian, eksekutor-eksekutor ulung, pemimpin-pemimpin yang visoner, yang akan membawa koperasi ke masa kejayaannya. Membangun koperasi yang pada ujungknya koperasi dapat membangun bangsa. Pada suatu titik orang akan jenuh memikirkan kesejahteraannya dirinya sendiri. Pada suatu saat orang akan mulai berpikir bahwa pemerataan kesejahteraan adalah jauh lebih penting. Suatu masa orang akan menemukan jawabannya di koperasi. Dan suatu saat, suatu masa itu bisa jadi dimulai sekarang.
Sudahkah 'satu waktu' itu tercapai saat ini? Dengan malu saya menjawab 'Belum, masih jauh'. Bahkan yang tadinya koperasi memiliki bank sendiri pun, Bank Umum Koperasi Indonesia (Bukopin), sekarang kepemilikannya pun sudah dibagi dengan swasta. Jalan panjang yang entah siapa lagi berani memulai setelah kegagalan di masa lalu. Entah siapa yang berani mengorbankan dirinya, menyusahkan diri untuk memperjuangkan pembiayaan mandiri bagi koperasi-koperasi di Indonesia. Di tengah derasnya lembaga-lembaga keuangan swasta yang besar-besar, bahkan raksasa.
Kapan uang koperasi bisa berputar di koperasi itu sendiri, tidak lantas merembes ke bank-bank swasta. Self-financing koperasi ibarat bercita-cita setinggi langit, namun bukankah itu yang diajarkan oleh orang tua dan guru kita; gantungkanlah cita-citamu setinggi langit. Apakah kita terlalu takut jatuh sampai-sampai kita tak berani mencita-citakan langit.
Saya yakin suatu saat pasti koperasi bisa self-financing. Kelak akan ada orang-orang hebat, pemikir-pemikir brilian, eksekutor-eksekutor ulung, pemimpin-pemimpin yang visoner, yang akan membawa koperasi ke masa kejayaannya. Membangun koperasi yang pada ujungknya koperasi dapat membangun bangsa. Pada suatu titik orang akan jenuh memikirkan kesejahteraannya dirinya sendiri. Pada suatu saat orang akan mulai berpikir bahwa pemerataan kesejahteraan adalah jauh lebih penting. Suatu masa orang akan menemukan jawabannya di koperasi. Dan suatu saat, suatu masa itu bisa jadi dimulai sekarang.
kontributor : Rizki Ardi
Sudahkah Rakyat Kita Mempunyai Rumah Sendiri?
"Sudahkah tiap-tiap desa mempunyai lumbung padi? Sudahkah ada gilingan padi kecil dan modern pada tiap-tiap kecamatan? Sudahkah berkembang perternakan di kalangan rakyat dengan diimbangi oleh koperasi susu, koperasi telur dan lain-lainnya? Sudahkah terlaksana di mana kebun sayur dengan koperasinya? Sudahkah bangun dengan merata berbagai koperasi pertukangan dan kerajinan? Sampai di manakah hasil yang diperoleh dengan koperasi memberantas ijon dan lain-lainnya? Dan sudahkah rakyat kita mempunyai rumah sendiri?"
Tahukah Anda kapan dan oleh siapa pertanyaan itu dilontarkan? Pertanyaan itu dilontarkan 62 tahun yang lalu oleh Proklamator Kemerdekaan RI, Bung Hatta. Apakah pertanyaan tesebut sudah bisa kita jawab dengan jawaban 'Iya'? Saya rasa kita terlalu malu untuk memberikan jawabannya. Terlalu panjang alasan yang kita berikan setelah jawaban 'belum'.
Bahkan jawaban yang kita mampu berikan lebih pahit dibanding sebuah kata 'belum'. Sebagian kecil masyarakat Indonesia, memiliki rumah lebih dari satu, merenovasi rumah dengan kemewahan yang tidak perlu, memiliki kamar-kamar yang tidak pernah mereka tempati. Sementara sebagian besar masyarakat Indonesia belumlah punya rumah, masing ngontrak di petakan yang cuma satu kamar dengan beberapa orang anak, satu-satunya renovasi yang terpikir oleh mereka adalah memperbaiki atap yang bocor.
Bangsa kita memang tumbuh, sektor properti berkembang, tapi untuk siapa? Dari hari ke hari yang muncul ke permukaan lagi dan lagi hanyalah perumahan mewah, apartemen, kawasan elit. Siapa yang sanggup membeli itu semua? Mereka yang sudah punya rumah mewah di kawasan elit. Sebagian berkata 'Itu kan salah mereka, mereka tidak punya pendidikan, tidak bekerja keras, tidak menabung, tidak berinvestasi', sebagian besar yang berkata seperti itu bisa dipastikan mereka yang sudah punya rumah. Meskipun begitu, golongan yang belum punya rumah, apakah mereka tidak pantas dibantu?
Jalan keluarnya bukan hanya dengan mempermudah kepemilikan rumah bagi mereka yang belum punya. Jalan keluarnya adalah dengan meningkatkan kemampuan ekonomi masyarakat banyak, memeratakan penghasilan, memberi akses kepada masyarakat terhadap kepemilikan di perusahaan-perusahaan. Memperbanyak koperasi sehingga pekerja tidak hanya mengandalkan gajinya sebagai buruh, tetapi juga mendapat fasilitas kepemilikan perumahan dari koperasi tempatnya bekerja. Bukan koperasi karyawan sebagaimana yang kita ketahui saat ini. Melainkan koperasi yang pekerjanya merangkap sebagai pemiliknya.
Tahukah Anda kapan dan oleh siapa pertanyaan itu dilontarkan? Pertanyaan itu dilontarkan 62 tahun yang lalu oleh Proklamator Kemerdekaan RI, Bung Hatta. Apakah pertanyaan tesebut sudah bisa kita jawab dengan jawaban 'Iya'? Saya rasa kita terlalu malu untuk memberikan jawabannya. Terlalu panjang alasan yang kita berikan setelah jawaban 'belum'.
Bahkan jawaban yang kita mampu berikan lebih pahit dibanding sebuah kata 'belum'. Sebagian kecil masyarakat Indonesia, memiliki rumah lebih dari satu, merenovasi rumah dengan kemewahan yang tidak perlu, memiliki kamar-kamar yang tidak pernah mereka tempati. Sementara sebagian besar masyarakat Indonesia belumlah punya rumah, masing ngontrak di petakan yang cuma satu kamar dengan beberapa orang anak, satu-satunya renovasi yang terpikir oleh mereka adalah memperbaiki atap yang bocor.
Bangsa kita memang tumbuh, sektor properti berkembang, tapi untuk siapa? Dari hari ke hari yang muncul ke permukaan lagi dan lagi hanyalah perumahan mewah, apartemen, kawasan elit. Siapa yang sanggup membeli itu semua? Mereka yang sudah punya rumah mewah di kawasan elit. Sebagian berkata 'Itu kan salah mereka, mereka tidak punya pendidikan, tidak bekerja keras, tidak menabung, tidak berinvestasi', sebagian besar yang berkata seperti itu bisa dipastikan mereka yang sudah punya rumah. Meskipun begitu, golongan yang belum punya rumah, apakah mereka tidak pantas dibantu?
Jalan keluarnya bukan hanya dengan mempermudah kepemilikan rumah bagi mereka yang belum punya. Jalan keluarnya adalah dengan meningkatkan kemampuan ekonomi masyarakat banyak, memeratakan penghasilan, memberi akses kepada masyarakat terhadap kepemilikan di perusahaan-perusahaan. Memperbanyak koperasi sehingga pekerja tidak hanya mengandalkan gajinya sebagai buruh, tetapi juga mendapat fasilitas kepemilikan perumahan dari koperasi tempatnya bekerja. Bukan koperasi karyawan sebagaimana yang kita ketahui saat ini. Melainkan koperasi yang pekerjanya merangkap sebagai pemiliknya.
kontributor : Rizki Ardi
Budi Pekerti Koperasi
Dalam tulisan ini saya hanya ingin mengutip pidato Bung Hatta pada hari koperasi ke-3 tanggal 12 Juli 1953. Dalam kutipan pidato tersebut jelas sekali bahwa Bung Hatta lebih menekankan pendidikan nilai budi pekerti dalam berkoperasi, dibanding pencapaian rupiah semata. Berikut kutipannya :
"Pengalaman kita sehari-hari menunjukkan betapa sukarnya mendidik sifat dan budi pekerti yang dikehendaki itu. Itu adalah suatu pekerjaan yang meminta waktu, tetapi sebalinya juga berkehendak dikerjakan sekarang juga. Menyesuaikan program jangka pendek ke dalam program jangka panjang adalah suatu kebijaksanaan organisasi yang diperlukan.
Pokok dari segala-galanya ialah percaya dan yakin akan kebaikan masyarakat kooperatif dan sabar tetapi giat melaksanakannya berangsur-angsur. Ini menghendaki kekerasan hati yang tak kunjung patah!
Dari uraian saya ini jelaslah kiranya bahwa bukan semboyan yang muluk-muluk yang terutama perlu untuk mencapai masyarakat koperasi yang kita ciptakan melainkan amalannya yang berupa pendidikan atas diri sendiri dan perbuatan. Tak ada sifat yang lebih bertentangan dengan dasar koperasi daripada perasaan segala cukup. Kita harus membangun suatu dunia baru dari ramuan yang serba kurang. Dengan perasaan segala genap tak ada yang bangun sebab semua terasa sudah cukup. Di atas jalan menuju masyarakat kooperatif, belum ada yang sempurna sebab itu dasar kita bekerja ialah: mencapai perbaikan senantiasa!
Apa yang telah terasa baik sekarang, di kemudian hari sudah kurang baik rupanya oleh karena dunia selalu berada dalam perubahan. Janganlah pula ada di antara kita yang merasa sombong melihat hasil yang telah tercapai. Sikap yang harus dipakai dalam membangun koperasi mestilah sesuai dengan ilmu padi: semakin masak semakin runduk."
Mencari keuntungan itu mudah. Membangun manusia itu yang sulit. Mereka yang memutuskan untuk mengabdikan dirinya di jalan koperasi seperti Bung Hatta menyadari itu, bahwa jalan yang ada di hadapannya adalah jalan yang sukar dan berat. Yang sampai berpuluh-puluh tahun setelah beliau meninggal pun visinya belum terlaksana. Yang entah siapa lagi bersedia menempuh jalan yang sukar dan berat itu. Jalan yang bertambah-tambah beratnya ditengah-tengah masyarakat yang hanya mencari keuntungan pribadi.
Mereka yang menjadi entrepereneur adalah mereka yang hebat, mampu membuka lapangan pekerjaan bagi pengangguran. Lebih hebat lagi jika para entrepreneur itu membagi kepemilikan perusahaannya bersama para karyawan. Memilih bentuk perusahaan koperasi dibanding PT.
kontributor : Rizki Ardi
"Pengalaman kita sehari-hari menunjukkan betapa sukarnya mendidik sifat dan budi pekerti yang dikehendaki itu. Itu adalah suatu pekerjaan yang meminta waktu, tetapi sebalinya juga berkehendak dikerjakan sekarang juga. Menyesuaikan program jangka pendek ke dalam program jangka panjang adalah suatu kebijaksanaan organisasi yang diperlukan.
Pokok dari segala-galanya ialah percaya dan yakin akan kebaikan masyarakat kooperatif dan sabar tetapi giat melaksanakannya berangsur-angsur. Ini menghendaki kekerasan hati yang tak kunjung patah!
Dari uraian saya ini jelaslah kiranya bahwa bukan semboyan yang muluk-muluk yang terutama perlu untuk mencapai masyarakat koperasi yang kita ciptakan melainkan amalannya yang berupa pendidikan atas diri sendiri dan perbuatan. Tak ada sifat yang lebih bertentangan dengan dasar koperasi daripada perasaan segala cukup. Kita harus membangun suatu dunia baru dari ramuan yang serba kurang. Dengan perasaan segala genap tak ada yang bangun sebab semua terasa sudah cukup. Di atas jalan menuju masyarakat kooperatif, belum ada yang sempurna sebab itu dasar kita bekerja ialah: mencapai perbaikan senantiasa!
Apa yang telah terasa baik sekarang, di kemudian hari sudah kurang baik rupanya oleh karena dunia selalu berada dalam perubahan. Janganlah pula ada di antara kita yang merasa sombong melihat hasil yang telah tercapai. Sikap yang harus dipakai dalam membangun koperasi mestilah sesuai dengan ilmu padi: semakin masak semakin runduk."
Mencari keuntungan itu mudah. Membangun manusia itu yang sulit. Mereka yang memutuskan untuk mengabdikan dirinya di jalan koperasi seperti Bung Hatta menyadari itu, bahwa jalan yang ada di hadapannya adalah jalan yang sukar dan berat. Yang sampai berpuluh-puluh tahun setelah beliau meninggal pun visinya belum terlaksana. Yang entah siapa lagi bersedia menempuh jalan yang sukar dan berat itu. Jalan yang bertambah-tambah beratnya ditengah-tengah masyarakat yang hanya mencari keuntungan pribadi.
Mereka yang menjadi entrepereneur adalah mereka yang hebat, mampu membuka lapangan pekerjaan bagi pengangguran. Lebih hebat lagi jika para entrepreneur itu membagi kepemilikan perusahaannya bersama para karyawan. Memilih bentuk perusahaan koperasi dibanding PT.
kontributor : Rizki Ardi
Tag :
Filosofi Koperasi
Lebih Mudah Mengelola PT daripada Membangun Koperasi
Mengapa lebih banyak badan usaha berbentuk PT daripada koperasi? Mengapa lebih banyak PT yang maju dibanding koperasi? Jawabannya sederhana, karena mengelola PT lebih mudah dibanding mengelola koperasi. Sebenarnya ini adalah perkara yang telah diramalkan beberapa tahun setelah Indonesia merdeka oleh Bapak Koperasi Indonesia. Berikut kutipan pidato beliau :
"Saya seringkali memperingatkan bahwa lebih mudah mendirikan N.V. Daripada membangun koperasi. Untuk N. V yang perlu hanya mengumpulkan modal: pimpinan perusahaannya dapat diserahkan kepada orang lain yang berjiwa pertindak (ordernemer)."
Pada koperasi setiap anggota sebagai pemilik ikut serta bertanggung jawab, berpartisipasi aktif dalam membangun koperasi, tidak hanya menunggu pembagian profit koperasi di akhir tahun. Anggota tidak boleh masa bodo dengan koperasinya. Koperasi harus didukung oleh cita-cita sosial, yang tidak tumbuh dalam semalam, perlu waktu yang panjang untuk mendidik dan membina para anggotanya. Di koperasi yang diusahakan bukan hanya profit semata, bukan hanya bisnis, bisnis hanyalah jalan yang tak dapat dihindarkan oleh koperasi. Cita-cita koperasi yang paling utama adalah terwujudnya masyarakat yang maju, adil, dan makmur. Apakah kemajuan dan keadilan semata-mata dapat dicapai dengan membesarkan keuntungan? Tidak. Masyarakat yang maju dan adil dicapai dengan pendidikan mental, pembinaan budi pekerti, disitulah fungsi koperasi. Itu mengapa salah satu prinsip koperasi adalah pendidikan perkoperasian. Bukan hanya pendidikan bagi orang-orang yang secara langsung terlibat dalam pengelolaan koperasi, pengawas, pengurus, dan pengelola. Justru yang terpenting adalah pendidikan bagi anggota.
Coba Anda bandingkan dengan PT, pemegang saham sebagai pemilik menyerahkan sepenuhnya pengelolaan PT kepada jajaran direksi. Pemegang saham tinggal ongkang-ongkang kaki menunggu profit PT di akhir tahun. Pemegang saham tidak perlu memikirkan bagaimana orang-orang yang ada di dalam PT mempunyai mental yang baik, budi pekerti yang luhur. Pemegang saham tidak perlu dididik mengenai nilai dan prinsip. Kalaupun ada pendidikan dan aktivitas sosial di dalam PT, jika ditelusuri maksudnya kembali lagi untuk mencari profit yang sebesar-besarnya atau sekedar menggugurkan kewajiban. Mengelola PT jauh lebih sederhana dibanding mengelola koperasi. Prinsipnya triple P, profit, profit, profit. Kalaupun muncul triple P yang baru (people, planet, profit) itu pun baru populer belakangan ini, dan baru sebagian perusahaan yang menerapkan. Di koperasi, prinsip triple P inilah yang menjadi prinsip koperasi. Seandainya orang-orang hebat, para direktur berpengalaman yang selama ini berkecimpung di PT mau mengorbankan dirinya dibayar dengan gaji yang tidak fantastis untuk membangun koperasi, maka alangkah cepatnya koperasi Indonesia dapat dibangun.
Mendirikan PT atau membangun koperasi? Menjadi eksekutif senior di PT atau menjadi pengurus koperasi? Itu kembali pada pilihan masing-masing orang.
Bagi Anda yang memilih untuk memaksimalkan keuntungan pribadi, yang memilih untuk tidak repot. Bagi Anda yang ingin dibayar dengan gaji besar. Lebih baik mendirikan PT, bekerja di PT, jangan pernah terpikir untuk membuat koperasi. Repot dan uangnya tidak banyak. Pamornya pun kurang.
Bagi Anda yang lebih suka berbagi, ingin agar orang lain ikut sejahtera, mau repot, bersedia dibayar seadanya. Koperasi adalah jalan yang tepat. Bersiap menghadapi banyak tantangan ke depan, bukan hanya tantangan bisnis, melainkan tantangan untuk mendidik mental dan budi pekerti para anggota. Hasil yang Anda dapatkan kelak tidaklah besar jika dilihat dari segi keuangan. Tapi tahukah Anda seberapa besar balasan yang Allah berikan untuk orang yang bersedia mengorbankan dirinya untuk orang banyak? Priceless.
"Saya seringkali memperingatkan bahwa lebih mudah mendirikan N.V. Daripada membangun koperasi. Untuk N. V yang perlu hanya mengumpulkan modal: pimpinan perusahaannya dapat diserahkan kepada orang lain yang berjiwa pertindak (ordernemer)."
Pada koperasi setiap anggota sebagai pemilik ikut serta bertanggung jawab, berpartisipasi aktif dalam membangun koperasi, tidak hanya menunggu pembagian profit koperasi di akhir tahun. Anggota tidak boleh masa bodo dengan koperasinya. Koperasi harus didukung oleh cita-cita sosial, yang tidak tumbuh dalam semalam, perlu waktu yang panjang untuk mendidik dan membina para anggotanya. Di koperasi yang diusahakan bukan hanya profit semata, bukan hanya bisnis, bisnis hanyalah jalan yang tak dapat dihindarkan oleh koperasi. Cita-cita koperasi yang paling utama adalah terwujudnya masyarakat yang maju, adil, dan makmur. Apakah kemajuan dan keadilan semata-mata dapat dicapai dengan membesarkan keuntungan? Tidak. Masyarakat yang maju dan adil dicapai dengan pendidikan mental, pembinaan budi pekerti, disitulah fungsi koperasi. Itu mengapa salah satu prinsip koperasi adalah pendidikan perkoperasian. Bukan hanya pendidikan bagi orang-orang yang secara langsung terlibat dalam pengelolaan koperasi, pengawas, pengurus, dan pengelola. Justru yang terpenting adalah pendidikan bagi anggota.
Coba Anda bandingkan dengan PT, pemegang saham sebagai pemilik menyerahkan sepenuhnya pengelolaan PT kepada jajaran direksi. Pemegang saham tinggal ongkang-ongkang kaki menunggu profit PT di akhir tahun. Pemegang saham tidak perlu memikirkan bagaimana orang-orang yang ada di dalam PT mempunyai mental yang baik, budi pekerti yang luhur. Pemegang saham tidak perlu dididik mengenai nilai dan prinsip. Kalaupun ada pendidikan dan aktivitas sosial di dalam PT, jika ditelusuri maksudnya kembali lagi untuk mencari profit yang sebesar-besarnya atau sekedar menggugurkan kewajiban. Mengelola PT jauh lebih sederhana dibanding mengelola koperasi. Prinsipnya triple P, profit, profit, profit. Kalaupun muncul triple P yang baru (people, planet, profit) itu pun baru populer belakangan ini, dan baru sebagian perusahaan yang menerapkan. Di koperasi, prinsip triple P inilah yang menjadi prinsip koperasi. Seandainya orang-orang hebat, para direktur berpengalaman yang selama ini berkecimpung di PT mau mengorbankan dirinya dibayar dengan gaji yang tidak fantastis untuk membangun koperasi, maka alangkah cepatnya koperasi Indonesia dapat dibangun.
Mendirikan PT atau membangun koperasi? Menjadi eksekutif senior di PT atau menjadi pengurus koperasi? Itu kembali pada pilihan masing-masing orang.
Bagi Anda yang memilih untuk memaksimalkan keuntungan pribadi, yang memilih untuk tidak repot. Bagi Anda yang ingin dibayar dengan gaji besar. Lebih baik mendirikan PT, bekerja di PT, jangan pernah terpikir untuk membuat koperasi. Repot dan uangnya tidak banyak. Pamornya pun kurang.
Bagi Anda yang lebih suka berbagi, ingin agar orang lain ikut sejahtera, mau repot, bersedia dibayar seadanya. Koperasi adalah jalan yang tepat. Bersiap menghadapi banyak tantangan ke depan, bukan hanya tantangan bisnis, melainkan tantangan untuk mendidik mental dan budi pekerti para anggota. Hasil yang Anda dapatkan kelak tidaklah besar jika dilihat dari segi keuangan. Tapi tahukah Anda seberapa besar balasan yang Allah berikan untuk orang yang bersedia mengorbankan dirinya untuk orang banyak? Priceless.
kontributor : Rizki Ardi
Dimana Koperasi Bisa Tumbuh Subur?
Mengapa koperasi tumbuh subur di suatu daerah dan di daerah yang lain justru banyak yang berguguran? Apakah kultur masyarakat di suatu daerah berpengaruh terhadap perkembangan koperasi? Kultur seperti apa yang membuat koperasi bisa tumbuh subur?
Melalui tulisan ini saya mencoba menjawab pertanyaan diatas. Salah satu faktor yang menjadi hambatan bagi perkembangan koperasi. Jawa Timur, merupakan provinsi dengan perkembangan koperasi yang paling baik. Banyak koperasi-koperasi besar tumbuh disana, seperti KJKS BMT UGT Sidogiri, Koperasi Warga Semen Gresik, KJKS BMT MMU Pasuruan. Sebaliknya di provinsi dimana saya tinggal, Banten, hanya ada sedikit koperasi besar yang ada. Terhitung hanya dua koperasi yang masuk 100 koperasi besar di Indonesia. Primkokas dan Koapgi. Orang jawa memang dikenal dengan budaya kolektivitasnya, gotong royong, peduli, empati. Kemungkinan besar hal itu yang membuat koperasi dapat tumbuh subur disana. Sedangkan di Banten, selama lebih dari 10 tahun disini, saya menilai kurang adanya budaya kolektivitas. Koperasi-koperasi besar yang tumbuh disini pun, sebagian besar anggotanya merupakan warga pendatang yang bekerja di daerah Banten.
Jadi kultur masyarakat di suatu daerah bisa sangat menentukan subur atau tidaknya koperasi di daerah tersebut. Jika masyarakat di suatu tempat sudah terbiasa bergotong royong, empati terhadap sesama, tidak mementingkan diri sendiri. Akan lebih mudah membangun koperasi di wilayah tersebut. Sebaliknya, budaya di suatu masyarakat yang lebih mementingkan kesuksesan individu dibanding kesuksesan bersama, maka akan sulit sekali koperasi berkembang disana.
Tujuan koperasi sendiri adalah mensejahterakan anggota dan masyarakat. Bukan mensejahterakan orang per orang atau golongan. Kalaupun anggota telah sejahtera, maka perlu diusahakan kesejahteraan bagi masyarakat yang lebih luas. Tidak lantas anggota sudah sejahtera, lalu dibuat kaya, padahal di samping-samping mereka masih ada masyarakat yang lebih membutuhkan. Masyarakat yang pola pikirnya saling berbagi adalah masyarakat yang potensial untuk didirikannya koperasi. Masyarakat seperti ini sudah menyadari bahwa kebahagiaan hidup tidak didapat hanya dengan memenuhi kebutuhan dan keinginan pribadinya saja. Bahwa kebahagiaan hidup yang lebih hakiki terletak juga pada upaya kita untuk memenuhi kebutuhan hidup orang lain.
Di masyarakat yang semangat perseorangnya tinggi, konsumtif, saling bersaing untuk menjadi yang lebih. Koperasi perlu usaha keras bahkan untuk dapat bertahan. Meski begitu bukan mustahil juga koperasi bisa tumbuh di lingkungan seperti itu. Jika pengurus dan anggota koperasi yang ada giat mensosialisasikan makna berkoperasi, manfaat dan tujuan koperasi, prinsip koperasi. Dalam hati nurani setiap orang sudah ditanamkan rasa ingin berbagi, rasa untuk tidak menang sendiri.
Karenanya berkoperasi itu mulia. Bukan hanya bertujuan menghasilkan keuntungan sebanyak-banyaknya. Juga untuk menyadarkan masyarakat akan budaya kebersamaan, gotong royong dan saling peduli.
Melalui tulisan ini saya mencoba menjawab pertanyaan diatas. Salah satu faktor yang menjadi hambatan bagi perkembangan koperasi. Jawa Timur, merupakan provinsi dengan perkembangan koperasi yang paling baik. Banyak koperasi-koperasi besar tumbuh disana, seperti KJKS BMT UGT Sidogiri, Koperasi Warga Semen Gresik, KJKS BMT MMU Pasuruan. Sebaliknya di provinsi dimana saya tinggal, Banten, hanya ada sedikit koperasi besar yang ada. Terhitung hanya dua koperasi yang masuk 100 koperasi besar di Indonesia. Primkokas dan Koapgi. Orang jawa memang dikenal dengan budaya kolektivitasnya, gotong royong, peduli, empati. Kemungkinan besar hal itu yang membuat koperasi dapat tumbuh subur disana. Sedangkan di Banten, selama lebih dari 10 tahun disini, saya menilai kurang adanya budaya kolektivitas. Koperasi-koperasi besar yang tumbuh disini pun, sebagian besar anggotanya merupakan warga pendatang yang bekerja di daerah Banten.
Jadi kultur masyarakat di suatu daerah bisa sangat menentukan subur atau tidaknya koperasi di daerah tersebut. Jika masyarakat di suatu tempat sudah terbiasa bergotong royong, empati terhadap sesama, tidak mementingkan diri sendiri. Akan lebih mudah membangun koperasi di wilayah tersebut. Sebaliknya, budaya di suatu masyarakat yang lebih mementingkan kesuksesan individu dibanding kesuksesan bersama, maka akan sulit sekali koperasi berkembang disana.
Tujuan koperasi sendiri adalah mensejahterakan anggota dan masyarakat. Bukan mensejahterakan orang per orang atau golongan. Kalaupun anggota telah sejahtera, maka perlu diusahakan kesejahteraan bagi masyarakat yang lebih luas. Tidak lantas anggota sudah sejahtera, lalu dibuat kaya, padahal di samping-samping mereka masih ada masyarakat yang lebih membutuhkan. Masyarakat yang pola pikirnya saling berbagi adalah masyarakat yang potensial untuk didirikannya koperasi. Masyarakat seperti ini sudah menyadari bahwa kebahagiaan hidup tidak didapat hanya dengan memenuhi kebutuhan dan keinginan pribadinya saja. Bahwa kebahagiaan hidup yang lebih hakiki terletak juga pada upaya kita untuk memenuhi kebutuhan hidup orang lain.
Di masyarakat yang semangat perseorangnya tinggi, konsumtif, saling bersaing untuk menjadi yang lebih. Koperasi perlu usaha keras bahkan untuk dapat bertahan. Meski begitu bukan mustahil juga koperasi bisa tumbuh di lingkungan seperti itu. Jika pengurus dan anggota koperasi yang ada giat mensosialisasikan makna berkoperasi, manfaat dan tujuan koperasi, prinsip koperasi. Dalam hati nurani setiap orang sudah ditanamkan rasa ingin berbagi, rasa untuk tidak menang sendiri.
Karenanya berkoperasi itu mulia. Bukan hanya bertujuan menghasilkan keuntungan sebanyak-banyaknya. Juga untuk menyadarkan masyarakat akan budaya kebersamaan, gotong royong dan saling peduli.
kontributor : Rizki Ardi
Tag :
Koperasi Indonesia